Jakarta (ANTARA) - Mahkamah Agung (MA) bersama Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) menggelar kolokium yang membahas cara-cara praktis untuk mengatasi tantangan yang dihadapi perempuan di bidang peradilan nasional.
Hakim Agung di Mahkamah Agung dan Ketua Badan Perhimpunan Hakim Perempuan Indonesia (BPHPI), Nani Indrawati, menuturkan bahwa pembentukan BPHPI pada 2023 menandai tonggak bersejarah bagi peradilan.
“Badan ini bukan sekadar perkumpulan; melainkan platform solidaritas dan pemberdayaan. Melalui program pendampingan, refleksi etika, dan dialog kebijakan, kami memastikan suara perempuan menjadi bagian dari suara keadilan di Indonesia,” kata Nani melalui pernyataan UNDP yang diterima di Jakarta, Rabu.
Hakim agung tersebut menuturkan bahwa kemitraan BPHPI dengan UNDP dan mitra lainnya sangat penting untuk membangun sistem peradilan yang tidak hanya kokoh secara hukum, tetapi juga responsif secara sosial dan kuat secara etika.
Sementara itu, Deputy Resident Representative UNDP Indonesia, Sujala Pant, menyampaikan bahwa kolokium ini bertujuan untuk mentransformasi pengadilan negeri dan pengadilan tinggi di seluruh Indonesia dari dalam.
“Kepemimpinan perempuan dalam sistem peradilan itu sendiri penting. Partisipasi aktif dan kepemimpinan perempuan dalam peradilan memungkinkan sistem secara keseluruhan menjadi lebih representatif, lebih inklusif terhadap berbagai kebutuhan dan perspektif, dan juga lebih adil,” ucapnya.
Senada, Spesialis Program Biro Asia dan Pasifik UNDP, Simone Boneschi menyampaikan bahwa pertemuan hakim perempuan tersebut akan menciptakan jejaring yang lebih kuat dan dapat saling belajar, serta bekerja sama dalam menghadapi tantangan bersama.
UNDP mencatat bahwa saat ini, keterwakilan perempuan hanya 30 persen dari seluruh lembaga peradilan di Asia dan Oseania, dengan jumlah yang jauh lebih sedikit untuk posisi tinggi.
“Dengan menghubungkan hakim perempuan dari Indonesia dengan rekan-rekan mereka di negara-negara tetangga, UNDP membantu membangun jejaring pemimpin perempuan yang terus berkembang yang dapat mendorong reformasi dari lini terdepan pengadilan mereka,” ujar Boneschi.
Bertajuk “Judicial Leadership Colloquium for Women Judges in Indonesia”, kolokium berlangsung selama dua hari pada 11-12 Agustus dengan mempertemukan 45 hakim perempuan terpilih dari pengadilan negeri dan pengadilan tinggi di seluruh Indonesia, termasuk ketua pengadilan, hakim senior, dan hakim agung.
Di akhir kolokium, setiap hakim menyusun rencana kepemimpinan pribadi dan berkontribusi pada peta jalan kolektif untuk memajukan kesetaraan gender di pengadilan masing-masing.
Hal ini mencakup tindakan-tindakan seperti peluncuran program pendampingan lokal, pengintegrasian perspektif gender ke dalam peninjauan perkara, dan advokasi reformasi kelembagaan.
Rencana-rencana itu diharapkan dapat menjadi dasar bagi jejaring pendukung sebaya dan kolaborasi berkelanjutan untuk memperkuat kepemimpinan perempuan di peradilan nasional.
Baca juga: Menteri Arifah dukung akses keadilan hukum inklusif bagi perempuan
Baca juga: Mahasiswa minta keterwakilan perempuan hakim MK minimal 30 persen
Pewarta: Kuntum Khaira Riswan
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.