Kabupaten Bogor (ANTARA) - Sejak dekade 1970-an, jalur tambang Parungpanjang menjadi saksi bisu tarik ulur kepentingan antara sopir truk, masyarakat, dan Pemerintah Daerah.
Di jalur tambang itu, setiap aturan baru selalu memunculkan protes, setiap pembangunan jalan selalu menghadirkan kemacetan, dan setiap solusi sementara selalu menyisakan persoalan baru.
Pertengahan September 2025, konflik lama itu kembali mencuat ketika sopir truk menutup akses jalan, memaksa semua pihak meninjau ulang strategi penyelesaian konflik untuk mencari jalan keluar bersama.
Pada Selasa (16/9), petugas Dinas Perhubungan Kabupaten Bogor mendapat teguran dari masyarakat Tangerang. Dua hari berselang, Kamis (18/9) malam, sopir truk melakukan aksi blokade Jembatan Malang Nengah yang berada di perbatasan Legok-Parungpanjang.
Jalan utama Parungpanjang lumpuh berjam-jam, kendaraan mengular tanpa henti, warga tak bisa beraktivitas, dan distribusi barang pun terganggu. Aksi itu bukan sekadar protes teknis, melainkan simbol dari ketegangan panjang antara kebutuhan ekonomi tambang dengan tuntutan kenyamanan warga.
Sumber konflik berawal dari penyesuaian aturan operasional kendaraan tambang. Peraturan Bupati Bogor Nomor 56 Tahun 2023 itu sejatinya sudah menetapkan operasional angkutan tambang hanya pada pukul 22.00–05.00 WIB.
Namun, realitas lapangan menuntut penyesuaian. Pemerintah Provinsi Jawa Barat bersama Pemerintah Kabupaten Bogor tengah melakukan perbaikan sejumlah ruas jalan vital di wilayah Parungpanjang. Pembangunan jalan yang menyempitkan jalur membuat pergerakan kendaraan harus diatur ulang.
Maka lahirlah kebijakan relaksasi: truk kosong masih diperbolehkan melintas pada pukul 09.00–11.00 dan 13.00–16.00. Skema ini diterapkan agar lalu lintas tidak benar-benar terhenti saat pembangunan berlangsung.
Namun, perbedaan penerapan aturan dengan Kabupaten Tangerang yang tidak mengenal relaksasi menimbulkan kebingungan sopir. Sopir merasa ruang gerak mereka dibatasi, sementara warga di lintasan tetap menghadapi beban kendaraan di siang hari.
Kondisi semakin pelik dengan penutupan Jembatan Leuwiranji, salah satu jalur alternatif penting. Jembatan yang sudah dinyatakan tidak layak harus ditutup demi keselamatan, sehingga arus kendaraan besar menumpuk ke Parungpanjang. Akibatnya, kemacetan makin parah, keresahan warga makin besar, dan sopir memilih melakukan blokade jalan sebagai bentuk tekanan.
Baca juga: Jalan panjang upaya tertibkan angkutan tambang di Parungpanjang
Editor: Dadan Ramdani
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.