Jakarta (ANTARA) - Anggota DPRD Jakarta Hardiyanto Kenneth menilai bahwa penanganan banjir rob di Jakarta dengan sistem polder tidak cukup efektif sehingga masih perlu dikombinasikan dengan restorasi ekosistem alami, seperti rehabilitasi hutan mangrove, rawa-rawa dan sabuk hijau di pesisir.
"Sistem polder biasanya hanya mencakup tanggul, pompa air, dan saluran drainase saja, untuk mengelola air di daerah yang rentan terhadap banjir rob yang disebabkan naiknya permukaan air laut, tak efektif," kata Kent sapaan akrabnya di Jakarta, Senin.
Ia mengatakan, penanganan banjir rob dengan sistem polder mempunyai keterbatasan, hingga ketergantungan pada infrastruktur, sehingga jika sistem pompa gagal atau berakibat tanggul jebol, bisa mengakibatkan seluruh sistem bisa lumpuh dan ancaman bahaya banjir rob bisa kembali melanda.
Untuk itu kata Kent, sistem polder perlu dikombinasikan dengan beberapa langkah seperti restorasi ekosistem alami, dengan hutan mangrove, rawa-rawa dan sabuk hijau di pesisir yang dapat membantu meredam energi gelombang dan mengurangi risiko rob.
"Sistem polder ini membutuhkan perawatan rutin dan pembaruan infrastruktur seiring waktu dan juga memiliki kapasitas terbatas dalam menampung air, sehingga jika curah hujan ekstrem atau pasang laut sangat tinggi, sistem ini bisa kewalahan," ujarnya.
Selain itu, wilayah pesisir yang mengalami penurunan tanah yang lebih cepat dari kenaikan muka air laut akan membuat polder kurang efektif dalam jangka panjang.
Ia menambahkan penanganan sistem polder harus selalu dikombinasikan dengan restorasi ekosistem alami seperti adanya hutan mangrove hingga rawa-rawa yang bisa mengurangi risiko rob.
Restorasi sistem alami lanjut dia, bisa memulai dengan penanaman bibit mangrove secara berkelanjutan, yang memang secara realita bahwa eksistensi hutan mangrove ini sudah mulai berkurang.
Oleh karena itu, tegasnya, mengintegrasikan mangrove dengan solusi teknis seperti tanggul, pompa, atau sistem polder akan memberikan perlindungan lebih baik untuk wilayah pesisir dari ancaman banjir rob.
Tata ruang
Kent menambahkan, perencanaan tata ruang yang berkelanjutan juga harus diperhatikan dengan menghindari pembangunan di area yang rawan banjir rob atau memiliki risiko penurunan tanah.
Selain itu, pembangunan "giant sea wall" atau tanggul laut yang merupakan bagian dari National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) juga perlu dipercepat.
Saat ini, dari 39 kilometer pembangunan tanggul pengaman pantai, sebanyak 21 kilometer berada di bawah kewenangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, sementara sisanya ditangani oleh pemerintah pusat.
"Proyek ini juga salah satu faktor pendukung dalam penanganan banjir rob, Pemda Jakarta bisa kolaborasi dengan pemerintah pusat, hal ini bertujuan untuk memberikan perlindungan maksimal bagi warga di wilayah pesisir, termasuk Penjaringan, dari ancaman banjir rob yang semakin meningkat akibat perubahan iklim dan penurunan muka tanah," katanya.
Baca juga: SDA: Pembangunan tanggul pesisir terkendala pengadaan dan nelayan
Kent pun optimis bahwa Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta terpilih Pramono Anung-Rano Karno dapat merumuskan kebijakan untuk rencana jangka panjang yang tidak hanya mengatasi dampak banjir rob saat ini, tetapi juga memitigasi risiko di masa depan.
Sebelumnya, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta telah mengeluarkan peringatan dini potensi banjir rob di wilayah pantai Jakarta Utara hingga awal tahun 2025.
Sebagai antisipasi, Pemda Jakarta memperkuat sistem polder untuk kendalikan banjir rob.
Pemprov DKI Jakarta melalui Dinas SDA (Sumber Daya Air) juga memperkuat sistem polder (rumah pompa) pengendali rob yang dilengkapi dengan bendung karet untuk menahan air laut agar tidak kembali meluap ke daratan.
Pewarta: Khaerul Izan
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2024