Jakarta (ANTARA) - Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof Dr dr Murti Andriastuti menekankan implementasi strategi multidisiplin dalam penanganan kanker anak di Indonesia.
"Dalam rangka menghadapi berbagai tantangan penanganan kanker anak di Indonesia, diperlukan strategi multidisiplin yang mencakup deteksi dini, penguatan infrastruktur layanan kesehatan, peningkatan kapasitas tenaga kesehatan, model pembiayaan inovatif, riset dan kolaborasi, serta penanganan pasien secara komprehensif melalui pencatatan dan sistem monitoring yang terintegrasi," kata Murti melalui keterangan di Jakarta, Jumat.
Murti memaparkan kanker pada anak merupakan masalah kesehatan yang sangat berdampak terhadap tumbuh kembang anak. Bahkan, hal ini juga turut memengaruhi faktor ekonomi dan psikososial orang tua maupun keluarga.
Secara global, diperkirakan terdapat lebih dari 413.000 kasus kanker anak di tahun 2020, 80 persen di antaranya tinggal di negara berpendapatan rendah dan menengah (low and middle income countries/LMICs), sebanyak 44 persen terdiagnosis pada stadium lanjut dan hanya 20 persen yang bertahan hidup.
Murti menyebutkan keberhasilan penanganan kanker pada anak tercermin dari persentase angka kesintasan, di mana rerata angka kesintasan global di negara maju dapat mencapai 80 persen, sedangkan angka kesintasan kanker pada anak di Indonesia sangat bervariasi dari 24 hingga 49,5 persen.
"Kesenjangan angka kesintasan yang terjadi antara negara berkembang dan negara maju dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah keterlambatan diagnosis. Deteksi dini dengan mengenali gejala awal penyakit menjadi sangat penting dan merupakan strategi utama penanganan kanker pada anak," ujarnya.
Baca juga: Sel kanker bisa bersembunyi dan kemudian menyerang lagi menurut riset
Oleh sebab itu, Murti menekankan berbagai strategi pemahaman terkait alur penanganan kanker pada anak, dari hulu ke hilir, mulai dari gejala, diagnostik, tata laksana, perawatan paliatif hingga penyintas kanker haruslah berkesinambungan dan saling berkaitan, sehingga perlu perhatian di setiap aspek.
Dalam model pembiayaan inovatif, ia mengatakan bahwa selain memperkuat peran BPJS Kesehatan sebagai sistem pembiayaan utama, rumah sakit dapat bermitra dengan organisasi nonprofit dan sektor swasta untuk mendukung pendanaan infrastruktur, teknologi, ketersediaan sumber daya manusia, dan pengembangan terapi.
Pendekatan kolaboratif ini, kata Murti, bertujuan meringankan beban finansial pasien, memastikan akses ke RS rujukan, dan membantu pembiayaan RS memberikan penanganan pasien sesuai standar. Fleksibilitas penggunaan dana juga sangat diperlukan mengingat setiap pasien memiliki kebutuhan berbeda meski diagnosisnya sama.
Selain itu, pencatatan dan sistem monitoring juga sangat krusial dan merupakan langkah awal yang harus dipersiapkan, yang bila dikerjakan dengan baik akan menjadi big data yang sangat berharga dan dapat digunakan untuk evaluasi, tidak hanya pasien tetapi juga untuk kepentingan rumah sakit.
"Saya optimis, dengan pengembangan sistem kesehatan holistik yang mencakup monitoring terintegrasi sejak diagnosis, pengobatan yang terarah dan sesuai standar, peningkatan kepatuhan untuk mencegah kekambuhan, serta dukungan menyeluruh bagi pasien dan keluarga, kita dapat mengubah wajah pelayanan kanker anak di Indonesia,” tutur Murti Andriastuti.
Baca juga: Penuhi kebutuhan, RI akan sekolahkan 100 dokter onkologi ke 4 negara
Baca juga: RI kejar pembangunan jejaring siklotron, perkuat penanganan kanker
Pewarta: Sean Filo Muhamad
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2025