Jakarta (ANTARA) - Komisi Informasi (KI) Provinsi DKI Jakarta menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Penguatan Hasil E-Monev 2025: Dorong Transparansi Digital dan Akuntabilitas Pemerintahan Menuju Jakarta yang Inklusif dan Berkelanjutan”, di Gedung Graha Mental Spiritual, Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Ketua KI DKI Jakarta, Harry Ara Hutabarat, menegaskan kegiatan itu merupakan instrumen penilaian komitmen dan kinerja badan publik dalam mengimplementasikan keterbukaan informasi.
“Dari hasil E-Monev 2025, sebanyak 829 badan publik berpartisipasi, dan sekitar 712 mengisi Self Assessment Questionnaire (SAQ). Berdasarkan hasil kuesioner, sekitar 300 badan publik masuk dalam kategori informatif dan menuju informatif,” kata Harry di Jakarta, Kamis (6/11)..
Menurut Komisioner KI DKI Jakarta, Aang Muhdi Gozali, hasil E-Monev ini menjadi dasar observasi terhadap kualitas data dan informasi yang disajikan oleh badan publik.
Adapun penilaian tidak hanya bersifat kuantitatif, tetapi juga menitikberatkan pada bobot kualitas informasi dan komitmen dalam mengelola keterbukaan.
“Kami ingin melihat dari 30 persen bobot penilaian presentasi badan publik dapat benar-benar memilah dan memilih informasi yang berkualitas. Karena itu, masukan dari para narasumber dan hasil penilaian akan menjadi acuan penting dalam pembinaan ke depan,” ujar Aang.
Sementara itu, pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio, menyoroti pentingnya integritas pimpinan dalam menjaga transparansi dan akuntabilitas lembaga.
“Integritas pimpinan sangat penting. Hasil E-Monev perlu dikonfirmasi dengan data faktual. Laporan harus diuji dan diverifikasi agar informasi yang disampaikan benar-benar akurat. Evaluasi juga harus menilai sejauh mana rekomendasi tahun sebelumnya dijalankan,” tutur Agus.
Menurutnya, transparansi diperlukan dalam pengelolaan dana publik, terutama di sektor filantropi.
“Khusus badan publik yang mengelola dana masyarakat, laporan keuangan harus terbuka dan dapat diakses publik,” tambahnya.
Sementara narasumber kedua, Romanus Ndau, praktisi kebijakan publik, menilai bahwa implementasi Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) semestinya tidak dianggap sebagai ancaman, melainkan sebagai dorongan bagi badan publik untuk meningkatkan akuntabilitas dan pelayanan.
“Awalnya UU KIP dipandang sebagai ancaman, namun kini menjadi kekuatan bersama untuk mendorong tata kelola yang lebih baik. Badan publik adalah jantung pelayanan informasi, dan Komisi Informasi memiliki tugas mulia dalam mengawasi pelaksanaannya,” ujar Romanus.
Romanus juga menyoroti pentingnya peningkatan sosialisasi dan visitasi sebagai bagian dari pembinaan keterbukaan informasi publik.
Ia menekankan bahwa birokrasi modern harus dibangun di atas prinsip meritokrasi dan kompetensi yang berlandaskan nilai keterbukaan.
FGD ini menjadi bagian dari rangkaian kegiatan E-Monev 2025 yang dilakukan KI DKI Jakarta yang dihadiri jajaran Komisioner, tenaga ahli dan sekretariat.
Baca juga: KI DKI data 300 badan publik masuki tahap presentasi E-Monev 2025
Baca juga: KI DKI ajak kampus Inisiasi Perda Keterbukaan Informasi Publik
Baca juga: Keterbukaan informasi dan perlindungan data kunci utama di era digital
Pewarta: Redemptus Elyonai Risky Syukur
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

















































