Jakarta (ANTARA) - Ketua MPR RI Ahmad Muzanu menilai rencana atau usulan pemberian gelar pahlawan nasional kepada sejumlah Presiden terdahulu merupakan upaya untuk menjaga persatuan, kerukunan, dan kebersamaan.
Dia menilai bahwa hal itu merupakan cara yang baik untuk menghargai sosok-sosok pemimpin dan yang dianggap senior. Menurut dia, pemberian gelar tersebut merupakan hak prerogatif dari Presiden Prabowo Subianto.
"Tentu saja kekurangannya kita tahu, tapi tradisi 'mikul dhuwur mendhem jero' menjadi tradisi kita dalam menjaga kebersamaan," kata Muzani di kompleks parlemen, Jakarta, Jumat.
Menurut dia, pemerintah pun sudah tak memiliki halangan lagi secara konstitusi untuk memberikan gelar pahlawan kepada sosok Presiden terdahulu, yakni Presiden Ke-2 Soeharto dan Presiden Ke-4 Abdurrahman Wahid.
Sebab, kata dia, sejumlah Ketetapan (TAP) MPR RI yang terkait dengan dua tokoh tersebut sudah dinyatakan tak berlaku lagi sejak periode lalu. Selain itu, kata dia, Presiden Soekarno pun telah diberi gelar pahlawan pada era Presiden Ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono.
"Maka itu tidak ada, MPR menganggapnya tidak ada handicap lagi secara konstitusi. Tentu saja apa alasannya, pemerintah biar yang menjelaskan, mungkin karena jasanya, mungkin karena apa dan seterusnya," katanya.
Sebelumnya, Kementerian Sosial mengusulkan sebanyak 40 nama tokoh untuk mendapat gelar pahlawan nasional, termasuk aktivis buruh perempuan asal Nganjuk, Jawa Timur, Marsinah.
Selain Marsinah, Presiden RI ke-2 Soeharto, dan Presiden RI ke-4 Abdurrahman Wahid (Gus Dur), tokoh lain yang diusulkan, antara lain ulama asal Bangkalan Syaikhona Muhammad Kholil; Rais Aam PBNU K.H. Bisri Syansuri; K.H. Muhammad Yusuf Hasyim dari Tebuireng, Jombang; Jenderal TNI (Purn) M. Jusuf dari Sulawesi Selatan; serta Jenderal TNI (Purn) Ali Sadikin dari Jakarta (mantan Gubernur Jakarta).
Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































