Jakarta (ANTARA) - Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) terus memperkuat sinergi Aksi Merespons Peringatan Dini (AMPD) untuk menghadapi risiko bencana di Indonesia yang kian kompleks.
“Kita harus beralih dari penanganan berbasis respons ke pendekatan antisipatif yang sistematis dan terkoordinasi. Aksi Merespon Peringatan Dini (AMPD) menjadi pendekatan strategis untuk mengurangi dampak kemanusiaan sebelum bencana terjadi,” ujar Deputi Bidang Koordinasi Penanggulangan Bencana dan Konflik Sosial Kemenko PMK, Lilik Kurniawan, dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.
Menurutnya, AMPD perlu menjadi perhatian seluruh pihak untuk memetakan regulasi dan merumuskan langkah implementatif dalam menghadapi risiko bencana secara antisipatif.
Lilik juga mengemukakan, pendekatan tanggap darurat sudah tidak lagi memadai. Untuk itu, perlu pergeseran paradigma menuju aksi antisipatif yang terstruktur dan melibatkan seluruh pemangku kepentingan sejak awal.
Baca juga: Menko PMK sebut pentingnya pemda terapkan kebijakan pencegahan bencana
Ia juga memaparkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang menunjukkan bahwa sepanjang 2024 telah terjadi 2.093 kejadian bencana, dengan banjir sebagai bencana paling dominan, yakni sebanyak 1.077 kejadian atau sekitar 51 persen dari total bencana. Kondisi ini mencerminkan betapa pentingnya kesiapsiagaan dan upaya kolektif yang bersifat preventif.
"AMPD hadir sebagai pendekatan kolaboratif yang mengintegrasikan tiga elemen utama: sistem peringatan dini yang efektif, aksi dini yang konkret, serta dukungan pendanaan yang siap digunakan," ucap Lilik.
Menurutnya, ketiga elemen tersebut menjadi kunci dalam menekan dampak bencana dan mempercepat pemulihan, yang sejalan dengan pembangunan nasional dalam Asta Cita poin kedelapan, yang menekankan perlunya mitigasi dan penanggulangan bencana secara terencana dan terukur.
Baca juga: BNPB catat 1.713 bencana sampai Juni
“AMPD bukan hanya agenda teknokratik, melainkan bagian dari komitmen pembangunan nasional yang inklusif dan berbasis risiko," katanya.
Pertemuan tersebut juga membahas tiga aspek utama dalam Asta Cita kedelapan, yakni peningkatan anggaran mitigasi dan pemutakhiran sistem peringatan dini, pembangunan infrastruktur yang tahan terhadap risiko bencana, serta penguatan kemitraan antara pemerintah, swasta, masyarakat sipil, dan lembaga donor internasional.
Kemenko PMK juga menegaskan komitmennya untuk terus mengawal keberlanjutan koordinasi lintas sektor dan memperkuat ketahanan masyarakat, terutama kelompok rentan, dalam menghadapi ancaman bencana ke depan.
Baca juga: Pakar sebut pentingnya "build back better" bagi rumah di zona bencana
Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Sambas
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.