Kemen PPPA soroti kerentanan perempuan dan anak di situasi darurat

2 hours ago 2
Kerentanan perempuan dan anak dalam situasi darurat dan bencana terhadap KBG ibarat fenomena gunung es

Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) dan DPR RI menyatakan komitmen untuk melindungi anak dan perempuan dalam situasi bencana dan darurat mengingat kerentanan menjadi korban kekerasan berbasis gender (KBG).

"Bencana bukan hanya ujian bagi infrastruktur, tetapi juga ujian bagi rasa kemanusiaan dan keadilan sosial kita. Oleh karena itu, membangun sistem penanggulangan bencana yang inklusif berarti memastikan perempuan dan anak tidak hanya menjadi penerima bantuan, tetapi juga subjek yang berdaya dan berperan aktif dalam pemulihan," kata Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Fauzi dalam pernyataan diterima di Jakarta, Kamis.

Disampaikan usai Rapat Dengar Pendapat dengan Tim Pengawas Penanganan Kebencanaan DPR RI, Rabu (5/11), Menteri Arifah menyoroti perempuan dan anak dalam situasi darurat dan bencana rentan menjadi korban KBG, seperti diskriminasi, stereotip, subordinasi, marginalisasi, serta kekerasan fisik, psikis, maupun seksual.

Dia menyebut salah satu dampak bencana bagi kelompok rentan adalah meningkatnya risiko KBG selama masa darurat dan pasca darurat. Contohnya di Sulawesi Tengah, ditemukan 67 kasus KBG pascagempa dan 70 kasus perkawinan anak pada periode Oktober 2018-Maret 2019.

Baca juga: Menteri PPPA dorong sinergi organisasi perempuan perkuat pemberdayaan

Selain itu, terjadi tiga kasus pemerkosaan di pengungsian pascagempa di Padang, 97 kasus KBG pascatsunami di Aceh, 313 kasus selama pandemi COVID-19 dan pelecehan seksual terhadap anak yang terjadi dalam waktu satu pekan setelah gempa di Lombok, Nusa Tenggara Barat.

Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya pencegahan dan penanganan KBG dalam situasi bencana. Pasalnya, kerentanan perempuan dan anak dalam situasi darurat dan bencana terhadap KBG ibarat fenomena gunung es, yaitu kasus yang sesungguhnya jauh lebih banyak dibandingkan pelaporan.

"Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2021 tentang Perlindungan Khusus bagi Anak, Kemen PPPA dimandatkan dalam tiga tugas perlindungan anak dalam situasi darurat bencana, yaitu pencegahan agar anak tidak menjadi korban tindak pidana atau sebagai akibat dari situasi darurat, pemenuhan kebutuhan dasar dan khusus anak yang terkoordinasi dengan Kementerian Sosial dan pendampingan secara terkoordinasi dengan pihak lain," tuturnya.

Dalam menindaklanjuti mandat tersebut, Kemen PPPA menetapkan Peraturan Menteri PPPA Nomor 8 Tahun 2024 tentang Pelindungan Perempuan dan Anak dari Kekerasan Berbasis Gender dalam Penanggulangan Bencana sebagai revitalisasi peraturan yang sudah ada sebelumnya.

Baca juga: Anggota DPR RI minta kekerasan seksual pada perempuan diusut tuntas

Tidak hanya itu, Kemen PPPA pun berkomitmen memperkuat pendekatan perlindungan berbasis gender dan pemenuhan hak anak di setiap tahapan penanganan bencana, mulai dari prabencana, tanggap darurat, hingga pemulihan pascabencana. Salah satu langkah yang diambil adalah mengaktivasi Pos Ramah Perempuan dan Anak yang berfungsi sebagai pusat pendataan terpilah perempuan dan anak, pusat dukungan psikososial, serta titik pengaduan bagi perempuan dan anak korban bencana.

Dalam kesempatan itu, Ketua Tim Pengawas Penanggulangan Bencana DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal mengatakan, Indonesia merupakan salah satu negara yang rawan terhadap bencana alam. Menyoroti dampak dari bencana tidak hanya terbatas pada kerugian material.

"Tetapi juga mencakup kerugian non-material, seperti hilangnya nyawa manusia, trauma psikologis, dan terganggunya kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat. Bencana juga dapat memperburuk ketimpangan sosial dan menyebabkan kerentanan yang lebih besar terhadap kemiskinan dan ketidakadilan," jelas Cucun.

Lebih lanjut, Cucun menggarisbawahi pentingnya koordinasi lintas kementerian/lembaga dalam menghadapi potensi kebencanaan.

Menurut Cucun, diperlukan satu komando operasi terpadu yang jelas dan efektif yang mampu mengintegrasikan seluruh tahapan penanganan mulai dari prabencana, tanggap darurat, hingga rehabilitasi dan rekonstruksi.

Baca juga: PBB: Perempuan hadapi tren mengkhawatirkan pada kekerasan dan konflik

Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Sambas
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |