Jakarta (ANTARA) -
Pimpinan Pusat Serikat Pekerja Tenaga Kerja Bongkar Muat (SP TKBM) Indonesia menilai kemacetan parah di kawasan Pelabuhan Tanjung Priok pada Rabu (16/4) dan Kamis (17/4) merupakan kegagalan sinkronisasi antarinstansi.
"Kemacetan ini sudah berlangsung lama dan dampaknya sangat nyata bagi kami pekerja harian serta tidak ada kompensasi untuk hari kerja yang hilang," kata Ketua Umum Pimpinan Pusat SP TKBM Indonesia, Subhan Hadil di Jakarta, Senin.
Ia menambahkan, para sopir truk peti kemas juga terdampak ekonomi akibat kejadian luar biasa tersebut karena kehilangan waktu dan hanya bisa menunggu.
Subhan menegaskan bahwa kemacetan tersebut menimbulkan dampak ekonomi, sosial dan imateril seperti terhambatnya alur ekspor-impor, biaya logistik melonjak drastis dan efisiensi industri menurun.
"Bahkan bisa saja menggerus kepercayaan global atas sistem pelabuhan nasional," kata dia.
Baca juga: Polda Metro Jaya urai kemacetan di Jakut
Ia mengatakan, dampak yang dirasakan sopir truk dan armada logistik seperti kehilangan waktu, pendapatan dan peningkatan risiko keselamatan kerja.
"Tidak adanya dukungan moril, finansial, atau asuransi sosial dari pengusaha menambah beban mereka," kata dia.
Pimpinan Rumah Demokrasi Ramdansyah yang bertempat tinggal di Tanjung Priok menjelaskan, pihak terdampak dapat mengajukan "class action" sesuai Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2002.
Menurut dia, rasionalisasi dari "class action" karena ada sejumlah peristiwa, kegiatan-kegiatan atau suatu perkembangan dapat menimbulkan pelanggaran hukum yang merugikan secara serentak atau sekaligus dan masal terhadap orang banyak.
Rumah Demokrasi menyampaikan bahwa syarat untuk "class action" berupa kerugian yang diderita oleh sekelompok orang/masyarakat. "Inilah yang disebut 'class action'," kata dia.
Baca juga: Pelindo targetkan antrean ribuan truk peti kemas selesai pada Minggu
Kerugian publik dalam horor macet secara nyata terlihat akibat kelalaian/kesalahan pihak lain.
Ia menambahkan ada tenaga medis yang mendorong pasien di ranjang dengan infus di tangan untuk menuju Rumah Sakit Umum Daerah Koja pada saat kemacetan. Pada saat itu jalur kendaraan yang nyaris tertutup aksesnya dengan kemacetan lalu lintas.
Ia mengharapkan pelayanan kesehatan untuk kondisi darurat tetap diperhatikan meskipun di tengah kemacetan lalu lintas. Kalau ini diabaikan, maka mereka yang terdampak dapat bersama- sama melakukan "class action".
"Kami akan melakukan upaya menegakkan hak- hak warga Jakarta Utara untuk menyampaikan pandangannya agar tidak terkena dampak yang lebih luas," kata dia.
Pewarta: Mario Sofia Nasution
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2025