Jakarta (ANTARA) - Bagi bangsa Indonesia, Hari Kebangkitan Nasional yang diperingati setiap tanggal 20 Mei adalah sebuah tonggak sejarah yang menandai lahirnya kesadaran kolektif untuk merdeka, bermartabat, dan berdiri sejajar dengan bangsa-bangsa lain.
Pada peringatan ke-117 kebangkitan nasional tahun ini, tema “Bangkit Bersama Wujudkan Indonesia Kuat” menjadi seruan moral bagi seluruh elemen bangsa untuk bangkit dari tantangan multidimensi, yakni sosial, ekonomi, dan lingkungan.
Namun dalam gema perayaan itu, penting untuk bertanya, apakah semangat kebangkitan itu juga menyentuh mereka yang tinggal jauh dari Tanah Air, di luar batas-batas teritorial Indonesia?
Di ujung utara Pulau Kalimantan, tepatnya di Tawau, Sabah, salah satu negara bagian Malaysia yang berbatasan langsung dengan Provinsi Kalimantan Utara, terdapat ribuan WNI yang menggantungkan hidupnya sebagai pekerja migran Indonesia (PMI). Mereka adalah wajah nyata dari anak bangsa yang berjuang dalam kondisi rentan, status keimigrasian tidak menentu, tekanan ekonomi tinggi, keterbatasan akses layanan publik, hingga ancaman pelanggaran hak asasi.
Di sinilah makna kebangkitan menemukan wujud paling konkret, yaitu hadirnya negara dalam bentuk perlindungan nyata. Bukan sekadar wacana, tetapi respons konkret terhadap kebutuhan dasar dan hak konstitusional warga negara Indonesia di luar negeri.
Konstitusi Indonesia menegaskan bahwa negara wajib melindungi segenap bangsa Indonesia. Di luar negeri, mandat ini diemban oleh Perwakilan RI, termasuk Konsulat Republik Indonesia di Tawau, Sabah, yang memainkan peran strategis sebagai ujung tombak diplomasi perlindungan di wilayah yang berbatasan langsung dengan Provinsi Kalimantan Utara.
Baca juga: Indonesia Raya juga berkumandang setiap hari di Perwakilan RI Tawau
Copyright © ANTARA 2025