INSA: Pembiayaan pengadaan kapal jadi fokus bahasan IMW 2025

3 months ago 10

Jakarta (ANTARA) - Dewan Pengurus Pusat (DPP) Indonesian National Shipowners' Association (INSA) menyatakan tantangan pembiayaan pengadaan kapal menjadi salah satu fokus pembahasan di Indonesia Maritime Week (IMW) 2025.

Ketua Umum DPP INSA Carmelita Hartoto mengatakan dukungan pendanaan merupakan salah satu tantangan terbesar yang dihadapi pelaku usaha pelayaran nasional bila ingin bersaing dalam pelayaran global.

"Tantangan dalam upaya mendapatkan dukungan pendanaan yang kompetitif akan dibahas secara komprehensif di 1st Indonesia Maritime Week (IMW) 2025 yang akan digelar pada 26 hingga 28 Mei 2025 di Jakarta International Convention Center (JICC), Jakarta," kata Carmelita dalam keterangan di Jakarta, Jumat.

Dia menyampaikan salah satu pembicara kunci pada IMW 2025 yakni Sekretaris Jenderal International Maritime Organization (IMO) Arsenio Dominguez.

Baca juga: Kemenhub: IMW 2025 momen perkuat posisi RI di panggung maritim dunia

Menurut Carmelita, pelayaran merupakan salah satu sektor industri strategis. Lebih dari 90 persen aktivitas perdagangan global melalui laut.

Di domestik, pelayaran berperan sebagai tulang punggung kegiatan logistik nasional mengingat Indonesia merupakan negara kepulauan.

Di sisi lain, pelayaran merupakan industri padat modal, yang membutuhkan dukungan pendanaan yang besar, baik untuk modal kerja operasional maupun investasi jangka panjang.

Modal kerja yang dimaksud adalah gaji awak kapal, jasa kepelabuhanan, hingga kewajiban pajak, dan biaya bahan bakar, sedangkan investasi jangka panjang terkait dengan pengadaan kapal.

Perusahaan pelayaran biasa memanfaatkan skema kredit perbankan maupun non perbankan untuk modal investasi kapal, namun sayangnya dengan kendala operasional yang dihadapi, pelayaran dikategorikan sebagai profil usaha yang berisiko tinggi.

Akibatnya, kredit pengadaan kapal nasional masih dikenakan bunga bank sampai 14 persen dengan tenor berkisar 5 tahun.

Sebagai perbandingan, fasilitas pendanaan terhadap industri pelayaran di negara lain hanya dikenakan bunga sekitar satu sampai dua persen di atas libor dan tenor bisa sampai 10 tahun.

Menurut Carmelita, dukungan pendanaan yang belum optimal tersebut membuat pelayaran nasional belum berdaya saing.

Apalagi di tengah tuntutan peremajaan kapal berteknologi ramah lingkungan agar kapal-kapal merah putih dapat comply dengan regulasi internasional, tentu dukungan pendanaan kapal menjadi sangat krusial.

"Dukungan pendanaan dalam pengadaan kapal ini perlu dicarikan solusinya oleh seluruh stakeholder, baik regulator, pelaku usaha, perbankan dan lembaga pembiayaan, agar industri pelayaran nasional mampu tumbuh dan berdaya bersaing regional dan global," ujarnya.

Sejumlah negara memberikan skema akses pendanaan pada sektor pelayaran. Sebut saja seperti Singapura yang menyediakan skema shipping trust sebagai salah satu cara pembiayaan kapal.

Adapun di Inggris terdapat skema shipping funds yang dikelola oleh perusahaan manajemen investasi dan investor langsung yang fokus pada sektor pelayaran.

Namun begitu, Carmelita yang juga Ketua Federation of ASEAN Shipowners' Association (FASA) dan Asian Shipowners' Association (ASA) menuturkan, Indonesia mesti mencari skema pendanaan sendiri yang sesuai dengan kondisi iklim usaha pelayaran di dalam negeri sendiri.

Melalui IMW 2025, tantangan pendanaan ini akan dibedah secara komprehensif untuk menghadirkan solusi atas skema pendanaan yang cocok diterapkan untuk industri pelayaran Indonesia saat ini.

Baca juga: INSA dorong daya saing pelayaran nasional lewat IMW 2025

Baca juga: Indonesia Maritime Week buka peluang investasi di industri maritim

Pewarta: Muhammad Harianto
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |