Jakarta (ANTARA) - Direktur Teknik dan Operasi PT Reasuransi Indonesia Utama (Indonesia Re) Delil Khairat mengatakan konsolidasi bisnis perusahaan-perusahaan reasuransi berpotensi menyerap lebih banyak premi reasuransi ke dalam negeri.
Namun, ia memastikan tetap akan ada premi reasuransi yang akan lari keluar negeri, untuk menyebarkan risiko yang terlalu volatile yang memang semestinya tidak ditahan terlalu banyak di dalam negeri.
“Lebih bisa menyerap banyak premi. Tapi, pasti akan ada premi yang keluar, terutama untuk menyebarkan risiko yang terlalu volatile, yang memang semestinya tidak kita tahan terlalu banyak di dalam negeri, misalnya risiko terkait dengan bencana alam, natural disaster,” ujar Delil di sela acara Indonesia Re International Conference 2025, di Jakarta, Selasa.
Dengan konsolidasi bisnis perusahaan reasuransi, ia mengatakan Indonesia akan semakin sedikit memiliki perusahaan reasuransi namun perusahaan itu memiliki modal dan profesional kapabilitas yang kuat.
Dengan demikian, perusahaan reasuransi di dalam negeri tersebut akan mampu menahan risiko lebih banyak di dalam negeri.
“Tapi, tidak hanya sekadar menahan dan memperbanyak retensi dalam negeri, juga dengan expertise mereka yang kuat itu, mereka juga mampu menyeleksi risiko. Sehingga, risiko yang kita bangun di dalam negeri itu adalah risiko yang kualitasnya bagus,” ujar Delil.
Direktur Utama Indonesia Re Benny Waworuntu mengungkapkan, apabila diakumulasi hampir setiap tahun sebesar 40 persen dari premi reasuransi di Indonesia telah lari ke luar negeri.
Tercatat, total premi reasuransi neto yang lari ke luar negeri terus membesar, di antaranya pada 2019 sebesar Rp9,26 triliun, pada 2020 sebesar Rp9,1 triliun, pada 2021 sebesar Rp4,38 triliun, dan pada 2022 senilai Rp7,95 triliun.
Kemudian, pada 2023 sebesar Rp11,08 triliun, dan terus membesar menjadi Rp12,1 triliun pada akhir 2024 lalu.
Dengan demikian, Benny mengatakan industri perasuransian termasuk penyumbang defisit neraca berjalan yang besar di Indonesia, termasuk reasuransi. Meskipun Indonesia memiliki neraca berjalan yang positif, namun grafik industri asuransi mengalami penurunan.
"Kalau kita lihat memang beberapa tahun terakhir, kita punya neraca positif, betul. Tapi kalau kita deep dive, di dalam neraca itu ada neraca jasa dan neraca produk. Di dalam neraca jasa, ya itu adalah perasuransian," ujar Benny.
Dalam kesempatan ini, Benny mengatakan Indonesia Re siap mengambil inisiatif untuk memimpin proses konsolidasi bisnis perusahaan-perusahaan reasuransi badan usaha milik negara (BUMN).
"Kita take a lead, kita ambil inisiatif yang di BUMN dulu saja, yang di ekosistem BUMN ada tiga nih, Indonesia Re, Tugure, sama Nasre, ini yang coba nanti kita coba lihat, kemungkinan kita untuk konsolidasi," ujar Benny
Saat ini, terdapat tiga perusahaan reasuransi BUMN, yakni PT Reasuransi Indonesia Utama (Indonesia Re), PT Reasuransi Nasional Indonesia (Nasre), dan PT Tugu Reasuransi Indonesia (Tugure).
Baca juga: Indonesia Re ungkap tiga tantangan hilirisasi sektor keuangan
Baca juga: Indonesia Re siap pimpin konsolidasi bisnis BUMN reasuransi
Pewarta: Muhammad Heriyanto
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.