Hasto minta pidana perintangan penyidikan maksimal 3 tahun penjara

1 month ago 16

Jakarta (ANTARA) - Politisi PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto meminta Mahkamah Konstitusi mengubah ancaman pidana terkait perintangan penyidikan dari paling singkat tiga tahun, menjadi paling lama tiga tahun.

Hasto menguji konstitusionalitas norma Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Perkaranya teregister dengan Nomor 136/PUU-XXIII/2025.

“Ancaman hukuman yang layak terhadap pelanggaran Pasal 21 UU Tipikor harus dimaknai sama dengan ancaman hukuman terendah dari UU Tipikor, yaitu Pasal 13 UU Tipikor, yakni dengan ancaman hukuman paling lama tiga tahun,” kata kuasa hukum Hasto, Erna Ratnaningsih, dalam sidang pendahuluan di MK, Jakarta, Rabu.

Hasto mendalilkan bahwa dalam praktiknya, Pasal 21 UU Tipikor ditafsirkan secara tidak proporsional dan menimbulkan ketidakpastian hukum sehingga bertentangan dengan prinsip negara hukum yang adil, sebagaimana diamanatkan konstitusi.

Menurut dia, Pasal 21 UU Tipikor seharusnya tidak ditafsirkan sesuai kebutuhan aparat hukum semata. Pembatasan terhadap makna dalam pasal tersebut dinilai harus sesuai dengan bunyi dan makna teksnya agar menciptakan akuntabilitas.

Pasal yang diuji Hasto mengatur bahwa setiap orang yang dengan sengaja mencegah merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara 3–12 tahun dan/atau denda Rp150 juta–Rp600 juta.

Menurut bunyinya, dalil Hasto, Pasal 21 UU Tipikor hanya dapat dipersangkakan atau didakwakan kepada setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka, terdakwa, ataupun saksi.

Oleh sebab itu, dia menilai pasal tersebut seharusnya tidak dapat digunakan dalam menetapkan tersangka atau mendakwa seseorang yang melakukan tindak pidana korupsi.

Lebih lanjut, Hasto menilai, pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama 12 tahun tidak proporsional jika digunakan untuk menghukum karena adanya perbuatan perintangan penyidikan perkara korupsi dalam bentuk suap menyuap.

Sebab, ancaman hukuman bagi pemberi hadiah atau janji karena melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a dan b UU Tipikor adalah paling singkat satu tahun dan paling lama lima tahun penjara, sedangkan ancaman hukuman jika merintangi perbuatan memberi hadiah atau janji yang dilarang oleh Pasal 13 UU Tipikor adalah paling lama tiga tahun.

“Ketidakadilan seperti ini adalah suatu hal yang tidak dapat ditoleransi atau intolerable,” ujar Erna.

Agar Pasal 21 UU Tipikor tidak menjadi sebagai pasal pembalasan berlebihan, Hasto mendalilkan, ancaman hukuman minimal yang dijatuhkan karena adanya pelanggaran terhadap tersebut seharusnya paling kurang sama dengan ancaman Pasal 13 UU Tipikor.

Dalam petitumnya, Hasto meminta MK memaknai Pasal 21 UU Tipikor menjadi selengkapnya berbunyi:

Setiap orang yang dengan sengaja secara melawan hukum mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun maupun para saksi dalam perkara korupsi melalui penggunaan kekerasan fisik, ancaman, intimidasi, intervensi, dan/atau janji untuk memberikan keuntungan yang tidak pantas dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga tahun dan atau denda paling sedikit Rp150.000.000,00 dan paling banyak Rp600.000.000,00.

Dia juga meminta MK menyatakan frasa “penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan” dalam pasal tersebut bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak berkekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai bahwa frasa tersebut memiliki arti kumulatif, dalam arti tindakan mencegah, merintangi atau menggagalkan harus dilakukan dalam semua tahap penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di pengadilan.

Diketahui, sebelum bebas dari tahanan usai menerima amnesti dari Presiden Prabowo Subianto, Hasto merupakan terdakwa kasus dugaan perintangan penyidikan dan gratifikasi terkait penggantian antarwaktu (PAW) Harun Masiku.

Namun, majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan Hasto tidak terbukti melakukan perintangan penyidikan, tetapi terbukti terlibat dalam pemberian suap sehingga ia divonis 3 tahun dan 6 bulan penjara serta denda Rp250 juta subsider tiga bulan kurungan.

Baca juga: Menkum tegaskan amnesti-abolisi diberikan bukan untuk urusan personal

Baca juga: KPK buka peluang panggil Hasto dalam penyidikan kasus Harun Masiku

Pewarta: Fath Putra Mulya
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |