Istanbul (ANTARA) - Kelompok perlawanan Palestina, Hamas, belum mengambil keputusan akhir terkait proposal Qatar-Mesir untuk gencatan senjata dan pertukaran tahanan di Gaza, menurut sumber Palestina pada Kamis.
“Hamas saat ini sedang berkonsultasi dengan berbagai faksi Palestina sebelum menyampaikan tanggapan resminya kepada para mediator,” kata sumber tersebut kepada Anadolu.
Sumber tersebut itu menyebutkan bahwa kelompok tersebut kemungkinan akan menerima proposal tersebut.
Menurut sumber itu, Amerika Serikat, Mesir, dan Qatar telah menawarkan “jaminan luas” untuk memfasilitasi kesepakatan tersebut, tanpa merinci bentuk jaminan tersebut.
Mereka juga mengatakan bahwa Turki bisa menjadi salah satu negara penjamin dalam kesepakatan tersebut.
“Masih ada pembahasan yang berlangsung terkait sejumlah detail teknis, termasuk mekanisme masuknya bantuan kemanusiaan, peta penarikan pasukan Israel, dan pengaturan untuk periode setelah gencatan senjata 60 hari yang diusulka,” ucap sumber itu.
Pembicaraan tersebut juga mencakup rincian lebih lanjut jika periode 60 hari tersebut tidak cukup untuk mencapai kesepakatan final dan menyeluruh, tambah mereka.
Hamas diperkirakan akan memberikan tanggapan resminya terhadap proposal tersebut dalam dua hari ke depan, kata sumber tersebut.
Kelompok Palestina terebut mengonfirmasi pada Rabu (2/7) bahwa mereka sedang mengkaji sejumlah proposal dari para mediator yang bertujuan mengakhiri perang, memastikan penarikan Israel dari Gaza, dan mempercepat bantuan kemanusiaan yang mendesak.
Kepala urusan luar negeri Israel, Gideon Sa’ar, juga mengklaim ada “tanda-tanda positif” kesepakatan dapat dicapai untuk mengakhiri pertempuran dan mengamankan pertukaran tahanan.
Hamas telah berulang kali menyatakan kesiapannya untuk membebaskan semua sandera Israel dengan imbalan diakhirinya kampanye militer Israel dan penarikan pasukan penuh dari Gaza.
Namun, pemimpin otoritas Israel, Benjamin Netanyahu, menolak kesepakatan menyeluruh dan lebih memilih pengaturan terbatas yang akan memungkinkan perang terus berlanjut, sebuah posisi yang secara luas dipandang sebagai upaya untuk mempertahankan kelangsungan politiknya.
Meskipun ada seruan internasional untuk gencatan senjata, militer Israel terus melanjutkan perang genosida di Gaza, menewaskan lebih dari 57.100 warga Palestina yang sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak, sejak Oktober 2023.
Pada November lalu, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu dan mantan kepala pertahanannya, Yoav Gallant, atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.
Israel juga menghadapi gugatan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ) terkait perang mereka di wilayah tersebut.
Sumber: Anadolu
Baca juga: Italia: Gencatan senjata di Jalur Gaza tak boleh gagal
Baca juga: Trump ingin Hamas terima kesepakatan gencatan senjata di Gaza
Penerjemah: Kuntum Khaira Riswan
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.