Ambon (ANTARA) - Guru Besar Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon Prof Maria Nindatu mengkaji pemanfaatan tanaman lokal untuk mengeliminasi kasus malaria di daerah itu.
“Resistensi Plasmodium, terutama P. falciparum terhadap klorokuin, sulfadoksin-pirimetamin, meflokuin, bahkan artemisinin menjadi ancaman besar bagi program eliminasi malaria. Karena itu, kami mengembangkan pendekatan berbasis sumber daya alam dengan prinsip back to nature,” kata Prof Nindatu di Ambon, Rabu.
Dalam risetnya, jelasnya, tanaman lokal di Maluku berpotensi sebagai alternatif penanganan malaria di tengah tantangan resistensi parasit Plasmodium terhadap berbagai obat antimalaria.
Penelitian tersebut memfokuskan pada sejumlah tanaman obat yang secara turun-temurun digunakan masyarakat kepulauan Maluku untuk mengobati malaria. Beberapa di antaranya menunjukkan hasil ilmiah signifikan dalam menurunkan tingkat parasitemia, jumlah parasit dalam darah, dan meningkatkan imunitas tubuh.
Tanaman yang dikaji antara lain cempedak (Artocarpus champeden) dengan senyawa prenilflavonoid yang terbukti memiliki aktivitas antimalaria tinggi, serta lemburung meit (Clerodendrum inerme) yang air rebusannya dapat menekan kepadatan parasit tanpa efek toksik pada hati dan ginjal.
Baca juga: Gubernur: Asia Pacific Leader Summit perkuat eliminasi malaria Papua
Kemudian kayu titi (Alstonia sp) yang berkhasiat menurunkan parasitemia sekaligus bersifat antioksidan, sambiloto (Andrographis paniculata) yang efektif menekan pertumbuhan P. falciparum hingga 100 persen pada uji klinik hari ke-14, serta lamun (Enhalus acaroides) yang berpotensi meningkatkan daya tahan tubuh.
Selain memanfaatkan tanaman lokal, risetnya juga mengembangkan pengendalian vektor nyamuk Anopheles secara ramah lingkungan. Beberapa inovasinya yakni mencakup pemakaian tanaman nilam (Pogostemon cablin) sebagai losion antinyamuk, daun cengkeh hutan (Syzygium obtusifolium) dan biji hutun (Barringtonia asiatica) sebagai biolarvasida, hingga ekstrak umbi singkong yang efektif merusak larva nyamuk Culex.
Disamping itu, menurut Nindatu, eliminasi malaria memerlukan kolaborasi lintas sektor sesuai Permenkes Nomor 22 Tahun 2022, termasuk peran aktif masyarakat dalam menjaga sanitasi lingkungan.
Provinsi Maluku kini berada di zona kuning penyebaran malaria dengan capaian eliminasi di atas 70 persen. Daerah ini juga menargetkan bebas malaria pada 2028 sebagai bagian dari upaya nasional menuju Indonesia bebas malaria pada 2030.
“Dengan riset terintegrasi, pengembangan tanaman lokal, dan pengendalian vektor ramah lingkungan, kita optimistis Maluku dapat mencapai target bebas malaria, sekaligus berkontribusi pada visi Indonesia Emas 2045,” ujarnya.
Baca juga: Kaltim giatkan kemoprevensi, merespons temuan 63 kasus malaria
Baca juga: Pemprov Papua Tengah ajak semua pihak gotong royong tuntaskan malaria
Pewarta: Ode Dedy Lion Abdul Azis
Editor: Riza Mulyadi
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.