Bandarlampung (ANTARA) - Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal mengatakan bahwa pelaksanaan aturan impor terbatas untuk tepung tapioka dengan segera dapat memperbaiki tataniaga ubi kayu di daerah.
"Tataniaga ubi kayu ini dimulai dari hulu sampai hilir. Kami sekarang sedang berproses agar pabrik-pabrik mau menyerap ubi kayu, syaratnya tepung tapioka yang diproduksi pabrik juga harus diserap industri dengan harga yang baik. Sebab tepung tapioka kita kalah karena harganya yang terlalu mahal," ujar Rahmat Mirzani Djausal di Bandarlampung, Senin.
Ia mengatakan untuk memaksimalkan serapan tapioka dan ubi kayu di daerahnya, pemerintah daerah mendorong segera terlaksananya aturan impor terbatas untuk tepung tapioka.
"Dan syaratnya itu harus ada tatanan yang bagus dan baru terhadap tataniaga ubi kayu. Salah satunya melalui impor terbatas tepung tapioka, agar hasil produksi dalam negeri bisa terserap maksimal," katanya.
Dia menjelaskan perbaikan aturan harus dilakukan dari hilir hingga hulu untuk menjaga keberlangsungan industri tapioka dan ubi kayu lokal.
"Kami meminta larangan impor terbatas tapioka ini segera di berlakukan agar bisa menjaga stabilitas harga dalam negeri. Misalkan pabrik memang tidak impor tapioka dari luar, tapi industri turunan seperti makanan dan pabrik kertas masih boleh impor maka sama saja. Jadi kami ingin larangan impor diberlakukan untuk semua," ucap dia.
Menurut dia, pemerintah daerah telah berupaya menjaga keberlangsungan industri ubi kayu daerah dengan menetapkan harga sementara untuk ubi kayu di Lampung melalui Surat Instruksi Gubernur Lampung Nomor 2 Tahun 2025.
"Harga sementara sudah diberlakukan yaitu Rp1.350 per kilogram dengan rafaksi 30 persen tanpa mengukur kadar pati. Harapannya ini bisa membantu tataniaga ubi kayu di Lampung tetap berjalan dengan baik sembari menunggu aturan larangan terbatas impor tapioka dari pemerintah pusat," tambahnya.
Baca juga: Menko Zulkifli: Impor singkong dan tapioka akan dibatasi
Baca juga: Mentan minta industri utamakan serap singkong domestik
Pewarta: Ruth Intan Sozometa Kanafi
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2025