Jakarta (ANTARA) - Ketua Fraksi Partai Golkar DPR RI Muhammad Sarmuji mengingatkan seluruh anggota dewan bahwa pikiran yang objektif diperlukan untuk menentukan sistem pemilu ke depannya.
Sarmuji menyampaikan pernyataan tersebut ketika menyoroti perlunya evaluasi menyeluruh sistem pemilu Indonesia, yakni tetap proporsional terbuka atau tertutup, dan kaitannya dengan politik uang.
“Jangan sampai obat lebih berbahaya dari penyakitnya. Kita perlu berpikir matang dan objektif,” ujarnya dalam keterangan di Jakarta, Rabu.
Sementara itu, ia memandang bahwa penerapan sistem proporsional terbuka saat ini merupakan bentuk respons terhadap permasalahan dari sistem pemilu sebelumnya yang bersifat tertutup.
Akan tetapi, ia mengingatkan bahwa sistem terbuka kerap menuai kritik karena dinilai mendorong tingginya biaya politik maupun maraknya praktik politik uang.
Baca juga: Golkar: Tak ada dasar konstitusional untuk memakzulkan Gibran
“Pertanyaannya, apakah benar sistem terbuka otomatis memicu politik uang ? Dan apakah sistem tertutup menjamin hilangnya praktik itu atau malah hanya memindahkan lokus dari masyarakat ke elite partai, atau biaya-biaya lain seperti iklan politik ?” katanya.
Oleh sebab itu, dia menegaskan bahwa kajian yang mendalam diperlukan sebelum mengambil keputusan terkait berubah atau tidaknya sistem pemilu untuk masa mendatang.
Di sisi lain, peneliti Pusat Penelitian Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Moch. Nurhasim memandang bahwa sistem pemilu campuran memungkinkan untuk diterapkan di Indonesia.
Ia memandang bahwa sistem pemilu campuran dapat memberikan suara yang lebih besar bagi partai-partai politik, dan sekaligus memberikan representasi yang lebih baik bagi individu-individu yang kuat di daerah pemilihan.
Baca juga: Golkar siap bahas RUU Perampasan Aset jika diajukan pemerintah
Pewarta: Rio Feisal
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2025