PBB (ANTARA) - Badan kemanusiaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Rabu (5/11) menyatakan kekhawatiran mendalam atas laporan peningkatan kekejaman dan penyiksaan terhadap warga sipil yang melarikan diri dari El Fasher, Sudan.
Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) mengatakan pihaknya telah menerima laporan yang semakin meningkat tentang pelanggaran serius terhadap warga sipil seiring berlanjutnya pertempuran di negara bagian Darfur Utara, Sudan.
"Para relawan lokal telah secara publik melaporkan adanya eksekusi, kekerasan seksual, penghinaan, pemerasan, dan serangan, di antara bentuk-bentuk pelanggaran sistematis lainnya termasuk terhadap orang-orang yang melarikan diri dari pertempuran setelah Pasukan Dukungan Cepat (Rapid Support Forces/RSF) merebut ibu kota negara bagian tersebut El Fasher pekan lalu," papar OCHA.
Kantor kemanusiaan tersebut mengatakan analisis citra satelit menunjukkan setidaknya dua kuburan massal di dekat sebuah masjid dan bekas rumah sakit anak-anak, serta beberapa lokasi yang menunjukkan tanda-tanda operasi pembuangan mayat.
Dana Kependudukan PBB (UN Population Fund/UNFPA) melaporkan bahwa perempuan dan anak perempuan menghadapi pemerkosaan, penculikan, dan kekerasan ekstrem lainnya saat melarikan diri dari El Fasher.
Sejumlah sumber lokal melaporkan bahwa sekitar 1.300 orang dengan luka tembak tiba di Kota Tawila, yang terletak 40 kilometer dari El Fasher setelah diserang saat melarikan diri dari kota tersebut, kata OCHA.
Organisasi Migrasi Internasional (International Organization for Migration/IOM) melaporkan bahwa hingga Selasa (4/11), hampir 82.000 orang telah melarikan diri dari El Fasher dan daerah sekitarnya sejak kota tersebut jatuh ke tangan RSF pada 26 Oktober.
IOM menyebutkan bahwa Tawila merupakan daerah tujuan bagi sebagian besar pengungsi yang meninggalkan ibu kota negara tersebut, dan kebutuhan kemanusiaan di daerah itu jauh melebihi sumber daya yang tersedia.
Komisariat Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Pengungsi (United Nations High Commissioner for Refugees/UNHCR) melaporkan bahwa Chad, negara tetangga Sudan yang berada di sebelah barat, kini menjadi tempat perlindungan penting bagi mereka yang melarikan diri dari konflik Sudan. Negara itu menampung sekitar 1,4 juta pengungsi, sebagian besar berasal dari Darfur.
"Dengan meningkatnya kekerasan di El Fasher, diperkirakan akan terjadi gelombang pengungsi besar lainnya ke Chad, yang akan semakin membebani komunitas yang menampung mereka," kata UNHCR.
Mendorong komunitas internasional untuk segera meningkatkan dukungan terhadap respons pengungsi di Chad, UNHCR menyatakan, "Sektor-sektor krusial seperti kesehatan, air, sanitasi, dan perlindungan kekurangan sumber daya, menyebabkan ribuan orang tidak mendapatkan dukungan yang memadai,"
OCHA kembali menyerukan penghentian segera permusuhan di Sudan dan meminta semua pihak mematuhi kewajiban mereka sesuai dengan hukum humaniter internasional, termasuk perlindungan warga sipil serta memastikan petugas kemanusiaan dan bantuan dapat mencapai mereka yang membutuhkan dengan aman dan tanpa hambatan.
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































