Jakarta (ANTARA) - Di masa sekarang, kesejahteraan pekerja diukur lebih holistik, yakni tidak hanya mempertimbangkan kenaikan rata-rata upah namun juga diukur dari dampak yang dihasilkan serta sejauh mana keberlanjutannya.
Implementasi ekonomi hijau dapat menjadi peluang baru dalam menciptakan lapangan pekerjaan yang berkelanjutan, baik untuk lingkungan maupun untuk menciptakan kesejahteraan pekerja.
Penerapan ekonomi hijau dapat dilakukan dengan memperluas dan memperkuat green jobs. International Labour Organization (ILO) mendefinisikan green jobs sebagai pekerjaan yang dapat berkontribusi dalam pelestarian lingkungan.
Green jobs sebagai implementasi transisi menuju ekonomi hijau menjadi salah satu hal yang digaungkan dalam Conference of the Parties (COP) ke-29 yang diselenggarakan November 2024 di Baku, Azerbaijan.
Pembahasan tersebut memperkuat posisi green jobs sebagai sebuah kesempatan untuk memberikan dampak yang berkelanjutan. Seluruh dunia, termasuk Indonesia, bersiap menyambut peluang tersebut. Seberapa siap Indonesia untuk menerapkan hal tersebut?
Berdasarkan hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Agustus 2024 oleh Badan Pusat Statistik (BPS), Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Indonesia adalah sebesar 4,91 persen, turun jika dibandingkan dengan kondisi Agustus 2023 yang sebesar 5,32 persen.
Penduduk bekerja paling banyak berstatus seb,agai buruh/karyawan/pegawai dengan persentase sebesar 38,80 persen. Turunnya TPT dan besarnya persentase pekerja yang berstatus buruh/karyawan/pegawai menjadi pertanda baik, karena dari situlah dapat diketahui bahwa pemulihan ekonomi semakin membaik setelah pandemi dan dapat membuka peluang kesiapan Indonesia dalam penerapan ekonomi hijau di masa mendatang.
Namun demikian, dalam proses transformasinya, green jobs perlu diiringi dengan peningkatan kualitas pekerjaan salah satunya melalui perbaikan kualitas upah yang pada realitanya masih terjadi disparitas antarlapangan usaha.
Baca juga: MPR dorong kolaborasi ASEAN wujudkan ekonomi hijau-perdagangan adil
Masih berdasarkan hasil Sakernas Agustus 2024, lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan memiliki rata-rata upah buruh Rp2.407.712 dan menduduki posisi kedua terendah jika dibandingkan dengan jenis lapangan usaha lainnya.
Begitu juga dengan lapangan usaha treatment air, treatment air limbah, treatment dan pemulihan material sampah, dan aktivitas remediasi memiliki penurunan rata-rata upah terbesar yakni sebesar 6,50 persen jika dibandingkan dengan kondisi Agustus 2023. Lapangan usaha tersebut terkait dengan penjagaan kualitas air, pemrosesan limbah, dan pengolahan sampah sehingga termasuk dalam core sectors dalam green jobs menurut ILO sehingga dinilai krusial.
Lapangan usaha lain yang berpotensi membuka peluang green jobs antara lain industri pengolahan; pengadaan listrik, gas, uap/air panas dan udara dingin; dan treatment air, treatment air limbah, treatment dan pemulihan material sampah, dan aktivitas remediasi.
Untuk lapangan usaha pengadaan listrik, gas, uap/air panas dan udara dingin dengan rata-rata upah buruh Rp4.832.177 atau meningkat 10,91 persen dari Agustus 2023 dan perubahan tersebut mencapai persentase tertinggi di antara lapangan pekerjaan lainnya.
Hal tersebut diharapkan dapat mendorong pemerintah untuk memperkuat kebijakan yang mampu mengarahkan lapangan usaha pengadaan listrik, gas, uap/air panas dan udara dingin menuju green jobs agar dapat senantiasa berlanjut.
Namun, pengembangan green jobs juga tidak dapat dilepaskan dari konteks wilayah dan struktur ekonomi lokal di Indonesia.
Tantangan besar justru hadir di daerah-daerah yang masih sangat bergantung pada sektor ekonomi berbasis ekstraksi sumber daya alam, seperti pertambangan dan perkebunan monokultur.
Di wilayah tersebut, transisi menuju ekonomi hijau perlu disiapkan secara bertahap dan sensitif terhadap konteks sosial-ekonomi masyarakat lokal. Tanpa itu, risiko pengangguran struktural bisa meningkat, terutama jika pekerja tidak dibekali dengan keterampilan baru yang sesuai dengan permintaan sektor hijau.
Karena itu, program pelatihan keterampilan hijau (green skills) seperti teknik daur ulang, teknologi energi terbarukan, hingga pertanian organik, harus menjadi bagian integral dari strategi ketenagakerjaan nasional.
Penting juga untuk mencermati bahwa green jobs bukan hanya soal menciptakan pekerjaan baru, namun juga mentransformasikan pekerjaan yang sudah ada agar lebih ramah lingkungan. Misalnya, sektor konstruksi yang sebelumnya menghasilkan emisi tinggi, dapat diarahkan pada penerapan prinsip-prinsip bangunan berkelanjutan (green building).
Demikian pula, sektor transportasi dapat didorong menuju sistem angkutan publik berbasis energi bersih, yang sekaligus dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Dengan demikian, potensi perluasan green jobs sesungguhnya mencakup spektrum luas, mulai dari sektor informal hingga industri besar, asalkan ada komitmen kebijakan dan investasi yang memadai.
Di sisi lain, keterlibatan pekerja dan serikat buruh juga menjadi kunci dalam keberhasilan transisi hijau. Transisi yang adil (just transition), sebagaimana ditekankan oleh ILO, mensyaratkan adanya partisipasi aktif dari pekerja dalam perumusan kebijakan transisi. Tanpa itu, program-program ekonomi hijau rawan hanya menguntungkan korporasi besar tanpa menjamin kesejahteraan pekerja.
Oleh sebab itu, platform dialog sosial antara pemerintah, dunia usaha, dan perwakilan pekerja harus diperkuat, agar green jobs bukan sekadar jargon global, tetapi benar-benar menjawab kebutuhan dan harapan buruh Indonesia.
Baca juga: Bappenas perkirakan tenaga kerja hijau capai 4 juta orang pada 2025
Pengawalan green jobs
Pemerintah memiliki peran yang sangat besar dalam melakukan pengawalan implementasi green jobs di Indonesia.
Berdasarkan data yang sebelumnya dijelaskan, dapat diketahui bahwa masih terdapat disparitas upah buruh antara lapangan usaha yang berkaitan dengan green jobs dengan lapangan usaha lainnya. Perbaikan kualitas upah perlu dilakukan. Tidak hanya itu, dalam praktiknya dibutuhkan peningkatan kualitas green skills agar green jobs dapat berkembang.
Perumusan dan penetapan kebijakan tidak boleh luput dalam usaha pemerintah dalam pengawalan green jobs. Pemerintah diharapkan dapat membuat kebijakan terkait penjagaan kualitas lingkungan.
Praktik green jobs tidak serta merta dapat langsung diterapkan tanpa adanya penelitian. Hal tersebut memancing adanya kebutuhan dukungan, terutama terkait finansial, dari pemerintah maupun pihak swasta untuk melakukan investasi ada penelitian untuk memajukan dan menjaga kualitas dari green jobs itu sendiri.
Dengan pengambilan kebijakan berbasis data dan riset yang tepat, ekonomi hijau dapat menjelma menjadi benang merah dalam meningkatkan kesejahteraan buruh dan keberlanjutan lingkungan bagi Indonesia baik di masa kini maupun di masa yang akan datang.
Baca juga: Pemerintah identifikasi peluang ekonomi penutupan TPA "open dumping"
*) Nawang Indah Cahyaningrum dan Lili Retnosari adalah Statistisi di Badan Pusat Statistik (BPS)
Copyright © ANTARA 2025