Dieng pilih budaya bukan gemerlap panggung

1 month ago 5
Langkah berani memisahkan diri dari ingar-bingar panggung modern menunjukkan bahwa Dieng tak sekadar menjual keindahan alam, melainkan juga identitas budaya yang tak lekang oleh waktu.

Banjarnegara (ANTARA) - Embun pagi masih menggantung di rerumputan Dataran Tinggi Dieng, Desa Dieng Kulon, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, ketika penggiat pariwisata setempat sibuk menyiapkan gelaran tahunan yang telah menjadi ikon pariwisata di sana: Dieng Culture Festival (DCF).

Ada yang berbeda dalam gelaran DCF XV Tahun 2025 karena untuk pertama kalinya sejak dihadirkan pada 2103, Jazz Atas Awan –pentas musik ikonik yang selama ini menjadi magnet utama wisatawan– tidak lagi menjadi bagian dari festival itu.

Keputusan itu bukan tanpa pertimbangan. Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Dieng Pandawa, Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Banjarnegara, Alif Faozi menyebut langkah ini sebagai bagian dari upaya mereka "kembali ke akar".

"Kami ingin mengembalikan roh DCF sebagai ajang budaya, bukan sekadar festival musik. Jazz Atas Awan sudah besar dan layak menjadi agenda tersendiri," ujarnya.

Pemisahan Jazz Atas Awan menjadi isu krusial di kalangan pelaku pariwisata dan budaya. Dalam beberapa tahun terakhir, kemeriahan panggung jaz kerap menutupi agenda inti DCF, yaitu ritual ruwatan anak berambut gimbal, tradisi sakral masyarakat Dieng yang penuh makna spiritual.

Kenyataan bahwa pengunjung lebih tertarik pada nama artis daripada jumlah anak gimbal yang diruwat menjadi cermin pergeseran fokus. Hal itu dikhawatirkan oleh Pokdarwis Dieng Pandawa selaku panitia DCF.

Jazz Atas Awan yang semula lahir sebagai hiburan pendukung, tumbuh menjadi ajang musik berskala nasional. Namun, dalam pertumbuhannya yang pesat, kerisauan muncul – akankah budaya tertelan gegap gempita modernitas?

DCF XV Tahun 2025 yang mengusung tema Back to Culture akan berlangsung 23-24 Agustus 2025 di Kompleks Candi Arjuna. Acara itu hanya selama dua hari atau lebih ringkas dari tahun-tahun sebelumnya yang digelar selama tiga hari.

Sebagai pengganti Jazz Atas Awan, Pokdarwis Dieng Pandawa bakal menghadirkan Simponi Dieng, sebuah orkestra lokal yang memadukan unsur musik kontemporer dan etnik, namun tetap bernapas lokal.

Baca juga: Dieng Culture Festival jadi ajang promosikan destinasi wisata

Alif mengatakan Simponi Dieng tetap menghadirkan musisi nasional, namun aransemen dan nuansanya diminta untuk tidak keluar dari jiwa Dieng. “Jazz Atas Awan kami ganti, bukan kami hapuskan semangatnya,” kata dia menegaskan.

Ritual inti berupa ruwatan anak berambut gimbal, kirab budaya, dan doa bersama tetap menjadi jantung acara. Malam harinya ditutup dengan penerbangan lampion, menghadirkan suasana magis khas pegunungan. Keseluruhan rangkaian dirancang untuk menguatkan pengalaman spiritual dan budaya bagi pengunjung, bukan sekadar tontonan.

Editor: Sapto Heru Purnomojoyo
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |