Delapan petenis putri terbaik bersaing di WTA Finals Riyadh

1 month ago 19

Jakarta (ANTARA) - Delapan petenis putri berhasil menempati peringkat delapan teratas dunia pada akhir musim 2025 dengan lolos ke WTA Finals Riyahd yang mulai berlangsung Sabtu.

Mereka adalah Aryna Sabalenka, Iga Swiatek, Coco Gauff, Amanda Anisimova, Jessica Pegula, Elena Rybakina, Madison Keys, dan Jasmine Paolini.

Swiatek menjadi petenis tunggal termuda yang lolos ke WTA Finals lima kali berturut-turut setelah Victoria Azarenka dua belas tahun lalu.

Dengan segala kesuksesannya, termasuk enam gelar Grand Slam, Swiatek mengaku kadang lupa usianya masih 24 tahun.

"Bahkan saya pun lupa," kata Swiatek sambil tersenyum, dalam laman WTA, Sabtu. "Kadang saya merasa seperti sudah berusia 40 tahun."

"Yang pasti, kehidupan di tur itu seru. Mudah untuk melupakan betapa mudanya saya. Saya merasa seperti baru menjalani tur selama 10 tahun. Padahal, sudah enam tahun. Tur ini sangat sibuk. Ini hal yang saya senangi."

Swiatek telah memenangi lebih dari 60 pertandingan selama empat tahun berturut-turut. Pada 2001 yang merupakan tahun kelahiran Swiatek, Martina Hingis dan Lindsay Davenport adalah petenis terakhir yang mencapai prestasi itu.

Juara Wimbledon itu akan menghadapi juara Australian Open, Madison Keys, pada pertandingan pertama dalam sektor tunggal WTA Finals.

Ia berusaha mengulangi gelarnya dalam WTA Finals 2023 di Cancun.

"Saya masih muda, jadi masih banyak yang harus diubah dan ditingkatkan dalam permainan saya," ujar Swiatek.

Baca juga: Alcaraz dan Sabalenka jadi petenis pertama lolos ATP dan WTA Finals

Pesaing baru

Paolini menjadi satu-satunya petenis yang akan berkompetisi di tunggal dan ganda.

Namun, kondisinya kurang fit dan dokter menyarankannya beristirahat sebelum pertandingan pertama dalam sektor ganda, Sabtu.

Unggulan teratas itu, dan Sara Errani, akan bertemu dengan tim nomor 8 Asia Muhammad dan Demi Schuurs dalam pertandingan fase grup.

Anisimova bahkan membuat dirinya sendiri terkejut. Menjelang Doha pada Februari, Anisimova berada di peringkat 41 dunia. Ia kemudian memenangi gelar WTA 1000 pertamanya, dan peringkatnya melonjak ke peringkat 18.

Setelah turnamen itu, petenis AS mengaku sangat senang bisa menembus 10 besar.

Misi berhasil. Setelah mencapai final turnamen Grand Slam di Wimbledon dan US Open, dan menjuarai turnamen WTA 1000 lainnya di Beijing, Anisimova berada di posisi tertinggi dalam kariernya, No. 4.

Sebuah pencapaian yang memusingkan petenis berusia 24 tahun itu. Ia satu-satunya petenis tunggal dalam WTA Finals yang berasal dari luar 20 besar tahun ini.

"Saya bilang 10 besar masih jauh dari jangkauan,” kata Anisimova.

"Persaingannya sangat ketat dari minggu ke minggu. Anda harus berada dalam kondisi terbaik secara fisik dan mental untuk bisa melaju jauh."

"Saya rasa hanya dengan menikmati prosesnya saja saya sudah sampai sejauh ini. Jika Anda memberi tahu saya setahun yang lalu bahwa saya akan duduk di sini, rasanya akan agak sulit dipercaya," ujar Anisimova.

Baca juga: Gauff raih gelar WTA Finals

Tahun yang kompetitif

Juara Grand Slam tahun ini menjadi empat petenis berbeda, yakni Keys di Australian Open, Gauff di French Open, Swiatek di Wimbledon, dan Sabalenka di US Open.

"Saya rasa sungguh luar biasa memiliki empat juara yang berbeda," kata Gauff.

"Semua petenis putri telah menjalani tahun yang kompetitif sepanjang tahun. Saya rasa olahraga ini menjadi lebih menarik ketika banyak peluang terjadi.

"Carlos Alcaraz dan Jannik Sinner bermain hebat. Ada pendapat mengenai perlunya orang ketiga agar lebih menarik. Saya kira lebih baik memiliki juara yang berbeda daripada dua juara yang sama," ujar petenis berusia 21 tahun itu.

"Saya pikir dalam jangka panjang, akan lebih menarik bagi saya sebagai penggemar yang menonton semifinal dan perempat final tanpa tahu siapa yang akan menang."

Alcaraz dan Sinner telah berbagi delapan gelar Grand Slam terakhir. Masing-masing empat gelar.

Namun, Sabalenka harus melalui "pelajaran berat" ketika petenis No.1 dunia itu kalah dalam final dua Grand Slam pertama musim ini, tetapi bangkit untuk menjuarai US Open.

"Pada akhirnya, saya pikir itu adalah pelajaran yang sangat dibutuhkan," kata Sabalenka.

"Saya harus belajar bagaimana mengendalikan diri dengan lebih baik lagi. Meskipun saya banyak berkembang, masih belum cukup baik. Saya pikir di final-final besar itu, satu hal yang hilang adalah emosi saya."

"Saya pikir terutama setelah Roland Garros, saya hanya perlu duduk dan melihat semuanya dari pinggir lapangan. Setelah memenangi US Open, saya sebenarnya cukup bersyukur atas pelajaran-pelajaran itu," ujar petenis berusia 27 tahun itu.

Baca juga: Zheng tekuk Krejcikova untuk amankan tempat di babak puncak WTA Finals

Penerjemah: Arindra Meodia
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |