Dampak perceraian terhadap psikologis anak

6 hours ago 6

Jakarta (ANTARA) - Peran orang tua sangat menentukan dalam proses tumbuh kembang anak, terutama dari sisi psikologis. Orang tua juga merupakan figur utama yang dijadikan panutan oleh anak dalam membentuk kepribadian dan karakter. Oleh karena itu, kehadiran mereka sangat penting bagi masa depan si kecil.

Namun, ketika perpisahan terjadi antara ayah dan ibu, dampak terbesar sering kali dirasakan oleh anak. Kondisi ini dapat mempengaruhi kesehatan mental dan kondisi psikologis-nya.

Tak jarang, anak-anak yang orang tuanya bercerai menjadi lebih pendiam, tertutup, bahkan mengalami perubahan dalam cara bergaul dengan teman-temannya.

Pada hakikatnya, orang tua adalah guru pertama bagi anak dalam kehidupan. Mereka membentuk fondasi yang akan membimbing anak meraih masa depan yang baik.

Sayangnya, perceraian kerap membuat anak merasa kehilangan kasih sayang dan perhatian. Hal tersebut bisa mengganggu kestabilan emosi dan pola pikir mereka.

Lantas, apa saja dampak perceraian terhadap anak? Berikut ini sejumlah pengaruh negatif yang bisa muncul akibat perceraian orang tua, sebagaimana dihimpun dari berbagai sumber.

Dampak perceraian terhadap anak

1. Mengalami depresi

Anak-anak memiliki perasaan yang lembut dan mudah terluka, sama seperti orang dewasa. Ketika mendengar kabar perpisahan orang tuanya, rasa sedih dan kecewa pasti muncul dalam hati mereka.

Perceraian dapat memicu kecemasan, khususnya pada anak-anak yang usianya masih di bawah 12 tahun dan belum cukup memahami situasi yang terjadi. Hal ini bisa berdampak pada kondisi mental mereka, seperti gangguan tidur, sering murung, hingga sulit fokus saat belajar.

2. Merasa kesepian atau kesendirian

Anak yang tumbuh di lingkungan broken home akibat perceraian orang tua kerap merasa kesepian, seolah-olah ditinggalkan. Perasaan kehilangan sosok ayah atau ibu membuat kondisi psikologis mereka terguncang.

Perubahan besar yang terjadi secara tiba-tiba membuat anak kerap merasa sedih, marah, dan kebingungan. Perasaan-perasaan itu, jika dibiarkan terus berlarut, bisa berdampak negatif pada kesehatan mental si anak.

3. Cemas berlebihan

Anak-anak yang masih berada dalam usia sekolah, terutama usia 6–9 tahun, sangat rentan mengalami kecemasan saat menghadapi perceraian orang tua. Kecemasan ini bisa mengganggu proses tumbuh kembang mereka.

Mereka menjadi lebih rewel, manja, bahkan sering menangis karena merasa kehilangan sosok yang biasanya ada di rumah. Kondisi ini bukan hanya menyedihkan, tetapi juga membuat penanganan emosional anak jadi lebih kompleks.

4. Kemampuan pola pikir anak menurun

Salah satu dampak serius dari perceraian adalah terganggunya kemampuan berpikir anak. Anak bisa saja mengalami trauma karena tekanan emosi seperti stres, rasa bersalah, atau emosi yang tidak stabil.

Kemampuan kognitif atau pikiran, yang mencakup kemampuan memahami dan mengolah informasi, bisa mengalami penurunan. Akibatnya, anak jadi kesulitan belajar dan pencapaian akademiknya menurun, yang bisa mempengaruhi masa depan mereka.

5. Muncul rasa paranoid

Anak-anak dari keluarga yang bercerai juga bisa mengalami paranoia rasa takut yang berlebihan terhadap lingkungan sekitar atau orang lain. Kondisi ini membuat mereka enggan bersosialisasi, menutup diri, dan kehilangan rasa percaya diri.

Bahkan dalam beberapa kasus, anak bisa kehilangan semangat untuk mengejar mimpi atau tujuan hidup karena tidak merasakan kenyamanan dan dukungan emosional.

Baca juga: Apa saja hak istri setelah cerai? Ini penjelasannya dalam Islam

Baca juga: Ketika suami menjatuhkan talak, ini hak-hak istri menurut hukum

Baca juga: Syarat pengajuan gugatan cerai oleh istri ke suami di Pengadilan Agama

Pewarta: Sean Anggiatheda Sitorus
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |