Jakarta (ANTARA) - Wakil Menteri Agama (Wamenag), Romo Muhammad Syafi'i membuka Grand Final Olimpiade Pendidikan Agama Islam (PAI) 2025 dan Doa PAI untuk Bangsa di Jakarta.
Wamenag mengatakan Olimpiade PAI menjadi momentum menunjukkan Pendidikan Agama Islam di sekolah umum mampu melahirkan generasi yang berkarakter kuat, unggul, dan moderat
"Saya mengapresiasi kegiatan ini, karena memberi kesempatan bagi siswa untuk menunjukkan pemahaman keagamaannya. Saya berharap, pulang dari sini para peserta menjadi pribadi yang lebih Islami dan berkarakter mulia," ujar Romo Syafi'i dalam keterangannya di Jakarta, Senin.
Baca juga: Wamenag dorong pesantren lahirkan generasi berwawasan luas dan adaptif
Kegiatan yang menjadi bagian dari rangkaian PAI Fair 2025 ini mempertemukan para pelajar dari SD, SMP, SMA, hingga mahasiswa dari berbagai daerah. Ribuan peserta mengikuti seleksi panjang sebelum akhirnya terpilih menjadi finalis yang datang ke Jakarta.
Menurutnya, Olimpiade PAI ini bukan sekadar ajang perlombaan, tetapi ruang bagi siswa untuk mengaktualisasikan nilai keagamaannya secara lebih mendalam.
"Kualitas itu harus dibawa pulang, menjadi teladan di daerah masing-masing," katanya.
Romo Syafi’i juga meminta peserta melaporkan hasil dan pengalaman mereka kepada kepala daerah masing-masing.
Menurutnya, kehadiran siswa dalam ajang nasional ini menjadi bukti bahwa investasi pemerintah daerah dalam pendidikan agama telah menghasilkan prestasi membanggakan.
"Juara atau tidak, kalian tetap pemenang. Jadikan pengalaman di sini sebagai persembahan untuk daerah dan bangsa," kata dia.
Baca juga: Wamenag tanggapi Gus Elham cium anak perempuan: Tidak pantas
Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Wamendikdasmen) Fajar Riza Ul Haq yang menyoroti pentingnya PAI sebagai pilar utama pembentukan karakter generasi muda.
Fajar menegaskan pembelajaran agama harus dipahami sebagai proses internalisasi nilai, bukan sekadar penyampaian materi.
Ia menjelaskan fungsi ganda PAI, yakni memperkuat keimanan dalam diri peserta didik dan membentuk keterampilan sosial serta kemampuan hidup harmonis di tengah keberagaman.
Mengutip survei BRIN 2024, Fajar mengungkap bahwa meski mayoritas masyarakat Indonesia mengaku religius, hanya sebagian kecil yang memahami ajaran agamanya secara komprehensif. Kondisi ini dinilainya sebagai tantangan besar dalam pendidikan agama modern.
"Karena itu, guru PAI harus menguasai pedagogi pembelajaran mendalam. Yang penting bukan banyaknya materi, tetapi esensi nilai yang benar-benar perlu dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari," ujarnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Pendidikan Islam (Dirjen Pendis), Amien Suyitno mengatakan penyelenggaraan Olimpiade PAI tahun ini diliputi suasana keprihatinan nasional. Musibah banjir bandang dan longsor yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat menjadi perhatian utama dalam pembukaan acara.
Baca juga: Wamenag: Madrasah jadi pusat penumbuhan kompetensi sains dan teknologi
Baca juga: Sinergi Wamenhaj-Wamenag percepat transisi kelembagaan-aset haji
"Kita tidak pernah menyangka musibah terjadi saat kegiatan berjalan. Karena itu, kami selipkan doa khusus agar Allah mengangkat musibah ini. Semoga saudara-saudara kita diberi ketabahan," ujar Suyitno.
Ia menjelaskan ada tujuh finalis dari wilayah terdampak yang tidak dapat hadir secara langsung. Namun, Kemenag memastikan mereka tetap dapat mengikuti kompetisi secara penuh melalui fasilitas khusus.
Olimpiade PAI 2025 mencatat 54.880 pendaftar dari berbagai jenjang pendidikan. Setelah rangkaian seleksi, terpilih 430 finalis yang bersaing di tingkat nasional. Terdapat delapan kategori kompetisi, mulai dari Olimpiade PAI, MHQ, MTQ, pidato, hingga konten kreatif.
Pewarta: Asep Firmansyah
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
















































