Padang (ANTARA) - Budayawan sekaligus seniman asal Sumatra Barat (Sumbar) Yeyen Kiram menggaungkan nama Ruhana Kudus dalam forum penulisan ulang sejarah nasional yang diinisiasi oleh Komisi X DPR RI di Kampus Universitas Andalas (Unand) Padang pada Kamis (3/7).
Yeyen memandang Ruhana adalah sosok penting pada tema emansipasi serta pergerakan perempuan dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia, sehingga perlu dikenalkan lebih luas lewat literasi.
"Bagi saya Ruhana Kudus adalah sosok penting yang perlu ditulis oleh sejarah, harapannya nama Ruhana bisa diakomodasi oleh sejarah yang kini ditulis oleh Kementerian Kebudayaan RI," kata Yeyen Kiram.
Ia mengatakan, Ruhana Kudus yang hidup sezaman dengan R A Kartini, adalah wartawati pertama di Indonesia dan tercatat sebagai perempuan pertama yang mendirikan serta memimpin surat kabar.
Baca juga: 10 Pahlawan Nasional bangsa Indonesia
Bukan hanya pada bidang jurnalistik, Ruhana yang namanya sering ditulis "Roehana Koedoes" juga seorang guru, pengajar, pendiri sekolah, dan gigih memperjuangkan kemajuan perempuan di masanya.
Yeyen meyakini dengan segala kiprahnya, Ruhana Kudus adalah sosok yang layak dijadikan sebagai simbol perjuangan perempuan di Indonesia.
Ruhana Kudus, lahir dengan nama Siti Ruhana pada 20 Desember 1884 di Desa Koto Gadang, Kabupaten Agam, Sumatera Barat.
Perempuan Minangkabau itu dianugerahi gelar Pahlawan Nasional pada 2019 oleh Presiden Joko Widodo, sebagai pengakuan atas perjuangannya di bidang pendidikan dan jurnalistik.
Baca juga: Sejarah perayaan 17 Agustus dan makna di dalamnya
Salah satu literasi tentang Ruhana Kudus adalah buku biografi yang disusun dari berbagai sumber oleh sejarawan asal Sumbar Prof Mestika Zed.
Pada bagian lain, Yeyen juga meminta sejarah yang sedang ditulis juga mengakomodir kiprah serta perjuangan sosok Tan Malaka.
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Kurniasih Mufidayati yang hadir dalam kegiatan itu secara langsung menyambut baik masukan serta aspirasi yang yang muncul dalam forum.
"Itu masukan yang positif, karena setiap daerah punya tokoh-tokoh penting yang tidak boleh dilupakan," katanya.
Ia berharap segala aspirasi atau masukan yang disampaikan masyarakat bisa menjadi perhatian bagi pihak Kementerian Kebudayaan RI beserta tim yang kini sedang menulis ulang sejarah.
Baca juga: BRIN khawatir peninggalan kuno Indonesia hilang karena kurang arkeolog
Pewarta: Rahmatul Laila
Editor: Sambas
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.