Cilacap (ANTARA) - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengimbau masyarakat untuk tidak mengkhawatirkan penurunan suhu udara yang berlangsung dalam beberapa hari terakhir, karena kejadian tersebut biasa terjadi pada musim kemarau.
"Berdasarkan pengamatan yang kami lakukan, khususnya di Cilacap, sejak beberapa hari lalu terjadi penurunan suhu udara minimum dan hal itu juga terjadi di daerah lain," kata Kepala Kelompok Teknisi BMKG Stasiun Meteorologi (Stamet) Tunggul Wulung Cilacap Teguh Wardoyo di Cilacap, Jawa Tengah, Kamis.
Ia mencontohkan hasil pengamatan suhu udara minimum di Stamet Tunggul Wulung pada hari ini tercatat 22 derajat Celcius.
Baca juga: BMKG: Monsun Australia picu kemarau, suhu dingin, dan hujan lebat
Jika dibandingkan dengan rerata suhu udara minimum beberapa hari sebelumnya yang mencapai 25 derajat Celcius, kata dia, suhu udara minimum pada hari ini lebih dingin dari sebelumnya, karena terdapat penurunan suhu sebesar 3 derajat Celcius.
"Suhu udara 22 derajat Celcius yang tercatat pada hari ini belum menyamai rekor suhu udara paling minimum yang terjadi di Cilacap selama kurun waktu 45 tahun," katanya.
Ia mengatakan berdasarkan data statistik suhu udara minimum di Cilacap yang terkumpul sejak tahun 1975 hingga Desember 2024, suhu udara paling minimum pernah terjadi pada 14 Agustus 1994, yang tercatat sebesar 17,4 derajat Celcius.
"Selisih suhu udara paling minimum tahun 1994 bila dibanding hari ini (10/7) masih terpaut 5 derajat Celcius. Artinya, kejadian suhu udara dingin di Cilacap belum lebih dingin dari kejadian tahun 1994, dan suhu dingin saat ini masih bersifat normal," katanya.
Berdasarkan prakiraan yang dirilis oleh Stasiun Klimatologi Semarang, kata dia, puncak musim kemarau di Jawa Tengah bagian selatan dan sekitarnya secara umum akan berlangsung pada Agustus 2025.
Demikian pula dengan suhu udara minimum pada malam dan pagi hari diprakirakan akan bertambah dingin, sehingga memberikan indikasi bahwa kejadian suhu dingin masih akan berlangsung hingga akhir Agustus 2025.
"Kejadian suhu dingin ini diprakirakan akan normal, sehingga tidak perlu dikhawatirkan oleh masyarakat. Di beberapa wilayah diprakirakan akan muncul kabut pada pagi hari, merupakan sesuatu yang wajar dan lazim terjadi saat musim kemarau, dan kemunculan kabut ini juga akan menambah dingin suhu udara," katanya.
Baca juga: BMKG sebut suhu udara dingin di DIY dipengaruhi Monsoon Australia
Baca juga: BMKG paparkan pemicu suhu udara dingin sebagian besar Pulau Jawa
Bahkan, kata dia, suhu udara di wilayah dataran tinggi atau pegunungan akan lebih dingin daripada suhu di wilayah pesisir, karena laju penurunan suhu udara adalah 0,5 derajat Celcius per kenaikan 100 meter ketinggian tempat.
Lebih lanjut, dia mengatakan suhu udara dingin pada musim kemarau disebabkan adanya pergerakan massa udara dari Australia dengan membawa massa udara dingin dan kering ke Asia melewati Indonesia atau disebut dengan monsoon dingin Australia.
Menurut dia, pergerakan massa udara itu terjadi karena adanya perbedaan tekanan udara, seperti pada hari ini terdapat tekanan udara tinggi di Australia yang tercatat 1.026 milibar, sedangkan di Asia terdapat tekanan udara rendah yang tercatat 1.000 milibar.
"Massa udara bergerak dari tekanan tinggi Australia menuju ke tekanan rendah Asia melewati Indonesia," kata Teguh.
Pewarta: Sumarwoto
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.