Jakarta (ANTARA) - Badan Pemasyarakatan (Bapas) Jakarta Barat mengungkapkan bahwa marak tawuran yang melibatkan anak di wilayah tersebut salah satunya akibat tempat tinggal yang sempit.
Kepala Bapas Kelas I Jakbar Sri Susilarti di Jakarta, Rabu, mencontohkan latar belakang tawuran pelajar di wilayah Kecamatan Cengkareng, Kalideres, dan Tambora.
"Banyak rumah-rumah di wilayah itu cukup sempit ya, yang bisa timbulkan kenakalan-kenakalan terhadap (oleh) anak. Karena apa? Orang tua misalnya hanya mempunyai rumah kontrakan yang kecil satu kamar. Sementara mereka tidur akan bergantian. Di saat malam, sementara orang tuanya istirahat tidur, mereka (anak) bermain dengan teman-temannya," katanya.
Menurut dia, keadaan ekonomi warga yang tergambar pada kondisi tempat tinggal salah satu faktor yang secara sistemik menyebabkan tawuran pelajar.
"Jadi memang ekonomi juga merupakan satu pencetus juga kenakalan-kenakalan terhadap anak," kata dia.
Baca juga: Bapas Jakbar libatkan warga binaan bersihkan lingkungan
Selain faktor tempat tinggal, kata dia, provokasi dari orang dewasa yang tidak bertanggung jawab juga menjadi faktor signifikan anak terlibat tawuran.
"Setelah terjadi tawuran, orang dewasanya lari, sementara yang kena anak-anak. Karena anak-anak ini kan belum tahu. Asal diajak, ikut aja. Atau bisa juga dia enggak tahu, tiba-tiba disuruh pegang senjata, tiba-tiba terjadi penyergapan dari polisi," katanya.
Ia menyebut faktor paling mudah diamati, yakni provokasi lewat media sosial antara sesama pelajar atau remaja.
"Tawuran ini kan memang sering karena spontanitas lihat di media sosial dan kemudian pastinya ada momen-momen tertentu ya, misalnya ujian, pengumuman sekolah atau mungkin di sekolah lain ada isu-isu yang memang ternyata mencetus terjadinya tawuran," kata Sri.
Menindaklanjuti hal itu, pihaknya telah melakukan sejumlah langkah, salah satunya dengan konseling terhadap anak berhadapan hukum sekaligus orang tua mereka.
"Memang banyak permasalahan yang muncul dari orang tua, mereka juga kesulitan menangani anak karena dia harus mencari pekerjaan, nafkah. Sementara anak-anak tidak diberikan perhatian. Senin (13/10) kemarin kita konseling 20 ABH dan orang tua mereka. Jadi kita beri pemahaman dan solusi juga ke orang tua mereka," ujar dia.
Anak-anak yang dibina di Bapas Jakbar selain diberi konseling agama, sosial, dan bela negara, juga dibekali keterampilan dunia kerja.
"Kita kerja sama dengan PPKD (Pusat Pelatihan Kerja Daerah) atau pihak-pihak lain yang memberikan keterampilan. Contoh kemarin, pelatihan perawatan atau perbaikan AC, itu minatnya banyak," katanya.
Pihaknya juga secara berkala mengunjungi sekolah-sekolah di Jakarta Barat bersama pihak penegak hukum.
"Contohnya program Bapas go to School. Penyuluhan ke pelajar, kerja sama dengan kepolisian. Kita memberikan pengarahan atau penyuluhan hukum kepada pelajar bahwa tawuran itu akan berakibat pada pidana dan masyarakat," ujarnya.
Sejak Januari sampai dengan Oktober 2025, pihaknya telah menangani 20 kasus tawuran yang melibatkan anak atau pelajar.
"Itu per kasus ya, belum jumlah anak yang terlibat. Wilayah Jakarta Barat memang terbanyak untuk DKI, khusus untuk kasus kekerasan yang melibatkan anak. Dan kita upayakan untuk terus dievaluasi," demikian Sri.
Baca juga: Warga binaan Bapas Jakbar dilibatkan dalam kegiatan sosial di Palmerah
Baca juga: Sudin: Anak berperilaku menyimpang adalah korban
Pewarta: Redemptus Elyonai Risky Syukur
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.