Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Keahlian DPR RI Prof. Bayu Dwi Anggono menegaskan pembinaan ideologi Pancasila memerlukan payung hukum undang-undang agar pelaksanaannya lebih kuat, sistematis, dan tidak bergantung pada perubahan rezim politik.
“Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) saat ini hanya berdiri dengan dasar peraturan presiden (perpres). Untuk memberikan legitimasi dan kewenangan yang lebih imperatif, pembinaan ideologi Pancasila harus dinaikkan ke tingkat undang-undang,” kata Bayu dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) Baleg DPR RI di Jakarta, Kamis.
Ia menjelaskan posisi BPIP masih lemah karena hanya berlandaskan perpres, sehingga koordinasi dengan lembaga negara setingkat organ konstitusi berpotensi terhambat.
Menurut dia, pengalaman Indonesia menunjukkan pembinaan ideologi kerap berubah mengikuti dinamika politik.
Bayu menyinggung perubahan lembaga yang pernah ada, mulai dari Bina Jiwa Revolusi di era Soekarno, BP7 di masa Orde Baru, hingga sosialisasi Empat Pilar MPR di era Reformasi. Kondisi itu dinilai menunjukkan perlunya dasar hukum undang-undang untuk menjamin kesinambungan pembinaan ideologi.
Baca juga: Baleg DPR jadikan sejarah Pancasila rujukan RUU Pembinaan Ideologi
Ia menekankan undang-undang yang disusun tidak boleh menjadikan Pancasila sebagai alat kekuasaan atau instrumen indoktrinasi.
“Pancasila tidak boleh diarahkan menjadi instrumen indoktrinasi atau tafsir monolitik. Sebaliknya, ia harus menjadi ideologi kerja yang hidup dalam praktik berbangsa,” ujarnya.
Menurut Bayu, partisipasi publik perlu dijamin agar pembinaan ideologi dapat diterima sebagai milik bersama, bukan hanya milik negara. Peran perguruan tinggi, organisasi kemasyarakatan, dan kelompok masyarakat sipil dinilai penting dalam mendukung internalisasi nilai Pancasila.
Ia mengusulkan agar undang-undang tidak sebatas mengatur kelembagaan BPIP, tetapi juga metode pembinaan, standarisasi, evaluasi, pendanaan, serta sasaran yang mencakup pelajar, mahasiswa, aparatur sipil negara, hingga diaspora Indonesia di luar negeri.
Baca juga: BPIP RI gandeng pemuda sebar nilai Pancasila melalui medsos
Selain itu, Bayu menilai perlu adanya instrumen pengukuran efektivitas melalui indeks pembinaan ideologi Pancasila. Hal itu akan menjadi acuan untuk menilai sejauh mana program sosialisasi Pancasila berhasil dijalankan pada berbagai sektor.
Dia juga menyebut pengalaman negara lain dapat dijadikan rujukan, seperti Federal Agency for Civic Education di Jerman dan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi di Afrika Selatan. Kedua lembaga itu dinilai berhasil menjaga nilai kebangsaan sekaligus memori kolektif bangsa.
“Undang-undang ini harus menjamin bahwa Pancasila tidak sekadar menjadi simbol, tetapi benar-benar menjadi pandangan hidup bangsa yang dijalankan secara konsisten lintas generasi,” kata Bayu menutup paparannya.
Baca juga: Wakil Ketua Baleg harap BPIP tak jadi polisi Pancasila
Baca juga: Baleg DPR rapat bahas RUU BPIP untuk tampung masukan dari pakar
Baca juga: Pakar: RUU BPIP penting untuk implementasikan poin pertama Astacita
Pewarta: Aria Ananda
Editor: Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.