Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi X DPR RI Sabam Sinaga memaparkan sejumlah hal dalam dunia pendidikan di Tanah Air yang menjadi faktor pendorong perlu dilakukannya revisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).
"Hal-hal inilah yang menjadi salah satu atau bagian faktor pendorong kenapa perlu dilakukan revisi terhadap Undang-Undang Sisdiknas," kata Sabam dalam diskusi Forum Legislasi bertajuk RUU Sisdiknas untuk Sistem Pendidikan yang Ekslusif dan Berkeadilan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa.
Dia menyebut dalam dunia pendidikan di Indonesia saat ini, guru selaku tenaga pendidik saat ini kerap mengalami kejadian-kejadian intimidatif.
"Kita juga mendengar adanya guru yang tidak sejahtera," ucapnya.
Tak hanya dari sisi guru, dia menyebut dalam dunia pendidikan di Indonesia saat ini juga kerap terjadi fenomena perundungan (bullying) yang menimpa siswa didik.
Selain itu, dia mengatakan sarana dan prasarana pendidikan yang kurang memadai untuk menunjang jalannya kegiatan belajar mengajar menjadi salah satu faktor penyumbang perlu dilakukannya revisi UU Sisdiknas.
Adapun faktor lainnya dia menyebut adanya disparitas atau perbedaan kompetensi pendidikan yang tidak merata di wilayah Indonesia sehingga memunculkan istilah daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).
Untuk itu, dia menggarisbawahi revisi UU Sisdiknas menjadi salah satu kebutuhan mendasar bagi perbaikan pendidikan di Tanah Air, mengingat perlu dilakukan pula penyesuaian dengan perkembangan zaman sejak UU tersebut diterbitkan.
"Rencana revisi undang-undang ini menjadi salah satu kebutuhan mendasar bagi kita. Kalau berbicara tentang pendidikan pertama-tama mengingat bahwa Undang-Undang Sisdiknas ini sudah cukup lama dan menurut hemat kami mengingat tuntutan zaman perlu ada penyesuaian," kata dia.
Sebelumnya, Komisi X DPR RI menyampaikan bahwa upaya merevisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dengan metode kodifikasi, di antaranya bertujuan untuk memperkuat kepastian hukum dan memudahkan bagi masyarakat.
"Kelebihan metode ini adalah terciptanya kepastian hukum dan kemudahan akses bagi masyarakat, karena semua aturan terkait pendidikan berada dalam satu dokumen," kata Wakil Ketua Komisi X DPR RI Mahfudz Abdurrahman saat membuka Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Panitia Kerja (Panja) RUU Sisdiknas Komisi X DPR RI di Jakarta, Selasa (20/5).
Ia menjelaskan melalui metode kodifikasi itu, revisi UU Sisdiknas akan menyatukan semua aturan yang tersebar dalam berbagai undang-undang terkait pendidikan menjadi satu undang-undang yang lengkap dan terintegrasi.
Undang-Undang lainnya terkait pendidikan itu, kata dia, meliputi Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, serta UU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren.
"Bahkan, (pembahasan revisi UU Sisdiknas) juga mengevaluasi pasal-pasal pendidikan pada UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah," kata Mahfudz menambahkan.
Baca juga: Mendikdasmen tunggu salinan putusan lengkap MK soal UU Sisdiknas
Baca juga: Putusan MK soal UU Sisdiknas tak larang sekolah swasta pungut biaya
Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2025