Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi VIII DPR RI Hidayat Nur Wahid mendorong pemerintah agar memperjuangkan penambahan kuota haji bagi Indonesia, terutama untuk menyelesaikan persoalan masa tunggu ibadah haji yang begitu panjang saat ini.
Menurut Hidayat, Pemerintah Indonesia perlu memperjuangkan agar kuota haji dihitung tidak lagi dengan metode penghitungan satu banding seribu, tetapi menjadi dua banding seribu, mengingat jumlah penduduk Muslim serta sarana dan prasarana haji yang telah berkembang pesat saat ini.
"Apabila bisa diperjuangkan atau pemerintah kita memperjuangkannya supaya kemudian bisa menjadi dua banding seribu, itu akan memotong masa tunggu yang begitu banyak," kata Hidayat saat menjadi pembicara kunci dalam diskusi kelompok terpumpun mengenai penyelenggaraan ibadah haji di Jakarta, Selasa.
Diketahui, Kuota Haji Indonesia mengacu kepada Keputusan KTT Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) Tahun 1987 di Amman, Yordania, yaitu 1 per 1.000 dari jumlah penduduk Muslim suatu negara, yang jumlah setiap tahunnya ditetapkan oleh Pemerintah Kerajaan Arab Saudi.
Menurut Hidayat, saat ini pun dengan jumlah penduduk Indonesia yang beragama Islam, yang mencapai 245 juta, seharusnya kuota jamaah haji dari tanah air adalah sebanyak 245.000, bukan 221.000 seperti yang ditentukan pada Haji 2025 lalu.
"Satu banding seribu, kalau kaidahnya memang demikian, maka harusnya kuota jamaah haji Indonesia bukan hanya 221 ribu karena jumlah umat Islam di Indonesia sudah lebih dari 245 juta dari keseluruhan 280 juta penduduk Indonesia. Bila 245 juta, maka kuotanya mestinya, bukan kuota tambahan, tapi kuota yang merupakan haknya jamaah haji Indonesia adalah 245 ribu," ujar dia.
Baca juga: Menag: Kuota haji 2026 belum diputuskan, berpotensi bertambah
Berikutnya, menurut Hidayat, Pemerintah Indonesia juga dapat melobi Pemerintah Arab Saudi mengenai kuota haji dengan pendekatan berkenaan penghitungan 1 banding 1.000 yang sudah tidak relevan dengan kondisi saat ini.
"Bisa juga dengan mempergunakan pola pendekatan bahwa satu banding seribu itu adalah angka yang sudah klasik. Ketika diputuskan pada tahun 1987 tentang kuota satu banding seribu itu, waktu itu jumlah umat Islam belum sebanyak sekarang. Jumlah jamaah yang terkategori mampu, istitha'ah itu belum sebanyak sekarang," kata dia.
Berikutnya, ucap Hidayat menambahkan, transportasi untuk haji juga belum semudah dan semurah saat ini. Begitu pula dengan sarana serta prasarana di Makkah, Arafah, Mina, Muzdalifah yang belum sebagus sekarang.
Ia mencontohkan tempat lempar jumrah pada tahun 1987 hanya satu lantai dan setengah lingkaran.
"Sekarang, sudah bertingkat-tingkah dan hampir lingkaran penuh. Maka, bila bisa diperjuangkan atau pemerintah kita memperjuangkannya," ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Agama Nasaruddin Umar telah menyatakan kuota haji Indonesia untuk musim haji 1447 Hijriah/2026 Masehi belum ditentukan secara resmi, namun Pemerintah Arab Saudi memberikan sinyal akan mempertahankan bahkan menambah kuota.
Ia menjelaskan isyarat penambahan kuota itu seiring dengan pengembangan infrastruktur di sejumlah titik krusial ibadah haji.Arab Saudi saat ini tengah melakukan sejumlah pembangunan, terutama di kawasan Mina yang selama ini menjadi lokasi paling padat saat puncak ibadah haji.
Sejumlah menara telah mulai dibangun sebagai pengganti tenda-tenda yang selama ini digunakan jamaah.
Baca juga: Istana jelaskan alur penetapan kuota haji untuk Indonesia dari Saudi
Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.