Analis sebut kebijakan publik harus berbasis pada informasi intelijen

2 weeks ago 11

Jakarta (ANTARA) - Analis politik Boni Hargens menyebutkan kebijakan publik yang diterapkan semua institusi publik saat ini sudah saatnya berbasis pada informasi intelijen yang akurat dan objektif alias intelligence-led policy.

"Informasi intelijen adalah data yang murni dan tidak terkontaminasi oleh kepentingan lain yang kompleks," kata Boni dalam keterangannya di Jakarta, Senin.

Ia mengatakan hal itu seiring dengan pola gerakan yang viral, masif, dan tak terbendung sejak kejadian demonstrasi di Pati, Jawa Tengah, di mana semua institusi negara yang relevan disarankan melakukan evaluasi dan analisis yang mendalam serta komprehensif mengenai situasi yang ada dan segera merumuskan langkah cegah dini yang efektif dan akurat.

Boni berpendapat aksi demonstrasi kolosal di banyak kota di Indonesia belakangan ini bukan hanya luapan kemarahan rakyat terhadap para wakilnya di parlemen, melainkan sebuah determinasi historik bahwa kekuasaan sejatinya milik rakyat.

Dikatakan bahwa wakil rakyat sudah seharusnya bersikap rendah hati dan hormat terhadap rakyat sebagai pemilik kekuasaan.

"Narasi dan tindakan publik dari para wakil harus diselaraskan dengan kondisi hidup rakyat yang telah memilih mereka untuk duduk dalam jabatan publik," tuturnya.

Baca juga: LPI: Hindari upaya membenturkan rakyat dengan aparat

Untuk itu, dalam skala makro, Boni memandang gelombang aksi massa belakangan ini tidak berdiri sendiri dan terpisah dari gerakan penolakan kenaikan pajak di Kabupaten Pati dan daerah lain di Indonesia.

Ia menuturkan semua pihak bisa saja mengkritisi kelemahan skenario manajemen efisiensi di Kementerian Keuangan, tetapi poinnya bukan hanya di situ.

Sejak peristiwa Pati, sambung Boni, sebetulnya sudah terlihat ada potensi terjadinya gelombang aksi besar yang bisa melahirkan gerakan kolosal, yang boleh disebut sebagai Jawa Spring atau Musim Semi Jawa.

Disebutkan bahwa istilah itu hanya meniru istilah Arab Spring atau Musim Semi Arab yang merujuk pada gelombang demokratisasi besar-besaran di Timur Tengah, yang dimulai pada akhir 2010.

Apalagi Kabupaten Pati di tanah Jawa memiliki sejarah yang istimewa dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Mereka memulai pembangkangan terhadap rezim kolonial Belanda pada masa lalu.

"Kita tidak ingin itu terjadi di Indonesia hari ini, maka perlu ada analisis prediktif yang mendalam dalam rangka merumuskan langkah mitigasi dalam konteks cegah dini," ungkap Boni, yang juga merupakan Direktur Eksekutif Lembaga Pemilih Indonesia (LPI).

Baca juga: Menag RI: Jangan melampaui batas menyampaikan pendapat

Sejalan dengan itu, Boni mengapresiasi pernyataan pers Presiden Prabowo Subianto yang menekankan pentingnya pejabat publik bersikap rendah hati dan melakukan koreksi diri karena siapa pun di jabatan publik bisa diberhentikan kapan saja oleh rakyat.

Pernyataan Presiden dinilai merupakan sebuah bentuk renungan moral yang mendalam dan seharusnya menjadi bahan refleksi oleh semua pejabat publik dari daerah sampai pusat.

Di sisi lain, menurut ia, semua pihak sebenarnya tidak ingin pemerintahan terganggu dan kesulitan bekerja karena gejolak seperti saat ini, maka perlu segera melakukan evaluasi menyeluruh, baik pada sektor legislatif, yudikatif, maupun eksekutif.

Selain itu, dikatakan bahwa perlu ada langkah strategis untuk mencegah adanya upaya penyusupan oleh para penumpang gelap atau free riders, yang ingin membenturkan rakyat dengan aparat keamanan.

"Upaya bentur-membenturkan berpotensi memperumit keadaan dan mendatangkan bencana yang lebih kompleks dan merugikan kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara," ucapnya.

Baca juga: KWI imbau semua lembaga pemerintah perjuangkan kepentingan masyarakat

Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |