Akademisi harap sosialisasi RUU KUHAP libatkan masyarakat

6 hours ago 5

Jakarta (ANTARA) - Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia (UKI) Prof. Mompang Panggabean berharap sosialisasi Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) bisa melibatkan masyarakat.

Sebab, kata dia partisipasi aktif masyarakat merupakan keniscayaan dalam pembuatan suatu produk hukum sesuai UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (P3), sehingga dapat menghasilkan kajian akademik yang mendalam dan komprehensif sebagai upaya membuat KUHAP baru, yang dapat berdiri sejajar dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru.

"Penerapan KUHAP butuh kehati-hatian, juga melibatkan masyarakat," ucap Prof. Mompang dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat.

Saat kelahirannya, ia menyebutkan UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dipandang sebagai karya agung karena mendahului pembaruan integral dalam kodifikasi hukum pidana materiil (materiel), sehingga tidak lagi memakai Herzien Inlandsch Reglement yang memuat ketentuan hukum acara pidana dan hukum acara perdata.

Untuk itu, kata dia, pembaruan sistem hukum pidana harus dilakukan secara integral terhadap hukum pidana materiel, hukum pidana formal, dan hukum pelaksanaan pidana.

Upaya pembaruan hukum acara pidana, menurut Mompang, tidak luput dari upaya melakukan re-orientasi dan reformasi hukum acara pidana sesuai dengan nilai-nilai sosio-politik, sosio-filosofis dan sosio-kultural bangsa masyarakat Indonesia yang melandasi kebijakan sosial, kebijakan kriminal dan kebijakan penegakan hukum di Indonesia.

Dengan demikian, perkembangan hukum acara pidana di Indonesia dengan adanya putusan-putusan Mahkamah Konstitusi yang mengubah pasal tertentu di dalam KUHAP, semakin diperkuat berbagai prinsip hukum acara pidana yang diakui secara internasional, terutama due process of law (proses hukum yang adil).

Dia menjelaskan bahwa berbagai instrumen hukum internasional telah banyak diadopsi ke dalam sistem hukum di Indonesia, mulai dari pendayagunaan keadilan restoratif (restorative justice), kelompok rentan, serta perlindungan terhadap advokat, yang selaras dengan Undang-Undang Dasar (UUD) Tahun 1945.

"Untuk itu, pembaruan hukum acara pidana secara menyeluruh sebagai ius constituendum merupakan kebutuhan mendesak," tuturnya.

Lebih jauh, Mompang menguraikan bahwa dalam sistem peradilan pidana, hukum acara Indonesia selama ini memperlihatkan ketidakseimbangan karena korban kejahatan kerap diabaikan, sementara pelaku tindak pidana sangat banyak diatur.

Disebutkan bahwa terlalu banyaknya hak yang diberikan bagi tersangka dapat memperumit proses pidana dan menciptakan ketimpangan, sedangkan dalam KUHP hak-hak korban kejahatan telah diatur lebih perinci.

Di sisi lain, dirinya turut menegaskan bahwa diperlukan pencegahan disparitas pemidanaan dalam sistem peradilan sehingga aparat penegak hukum tidak semena-mena.

Salah satu upaya pengurangan disparitas pemidanaan, lanjut dia, yakni melalui rekrutmen hakim yang memiliki integritas dan kapasitas mumpuni dan menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila, meningkatkan keberanian hakim, dan penguatan sistem informasi penelusuran perkara sebagai dokumentasi bagi hakim untuk menerapkan sanksi pidana sesuai ide individualisasi pidana yang dianut dalam KUHP baru.

Sebelumnya, Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Rudianto Lallo mengatakan saat ini pihaknya masih fokus membahas RUU KUHAP dengan menyerap aspirasi dari berbagai pihak karena RUU tersebut sangat urgen untuk tuntas pada tahun 2025.

"RUU KUHAP harus tuntas pada tahun 2025 untuk mengejar RUU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP yang mulai diberlakukan pada tahun 2026," kata Rudianto saat dihubungi di Jakarta, Selasa (22/4).

Selain itu, menurut dia, UU KUHAP yang masih berlaku sudah ada sejak tahun 1981. Selama itu, sudah banyak norma-norma KUHAP yang dibatalkan oleh Mahkamah Agung.

Dengan demikian, RUU KUHAP dinilai penting selesai pada tahun ini agar bisa menjadi pasangan yang beriringan dengan KUHP, yang akan berlaku pada 2 Januari 2026.

Baca juga: Anggota DPR: RUU Polri dan Kejaksaan kemungkinan dibahas setelah KUHAP

Baca juga: RUU KUHAP kuatkan peran advokat untuk perlindungan HAM

Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |