AFTECH sebut kesiapan hadapi risiko fraud penentu keberlanjutan tekfin

1 month ago 16

Jakarta (ANTARA) - Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) menegaskan kesiapan menghadapi risiko penipuan (fraud) menjadi faktor penentu keberlanjutan inovasi layanan digital, terutama dalam platform teknologi pembayaran/finansial (tekfin).

Wakil Sekjen II AFTECH Saat Prihartono dalam keterangannya di Jakarta, Senin, menilai industri tidak hanya perlu membangun teknologi yang mudah diakses, tetapi juga memastikan lapisan keamanan yang mampu menahan pola serangan yang semakin canggih.

“Keamanan adalah pondasi agar inovasi dapat tumbuh. Tanpa pondasi ini, kepercayaan masyarakat mudah rapuh, dan ekosistem digital tidak akan mampu berkembang secara sehat,” ujar Saat.

Lebih lanjut Saat menambahkan, AFTECH mendorong kolaborasi lebih erat antara tekfin, perbankan, dan regulator untuk membangun standar pencegahan fraud yang konsisten dan dapat diterapkan lintas platform.

Sementara itu, Cybersecurity Ventures memproyeksikan kerugian global akibat kejahatan siber akan menembus 10,5 triliun dolar AS pada 2025, menjadikannya salah satu ancaman ekonomi terbesar dunia.

Di Indonesia, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mencatat lebih dari 330 juta anomali siber sepanjang 2024, menegaskan tingginya intensitas serangan terhadap sektor digital nasional.

IBM Cost of a Data Breach 2024 juga melaporkan rata-rata kerugian kebocoran data di Asia Tenggara mencapai 3,2 juta dolar AS per insiden, dengan sektor keuangan menjadi salah satu target utama.

Deputi Bidang Keamanan Siber dan Sandi Perekonomian BSSN Slamet Aji Pamungkas menyampaikan bahwa ancaman terhadap sektor keuangan terus berkembang.

Ia menekankan urgensi implementasi Strategi Keamanan Siber Nasional (SKSN) berdasarkan Perpres Nomor 47 Tahun 2023, yang mencakup delapan area fokus yaitu tata kelola, manajemen risiko, kesiapsiagaan & ketahanan, pelindungan infrastruktur informasi vital, kemandirian kriptografi, peningkatan kapabilitas, kebijakan keamanan siber, dan kerja sama internasional.

“Ancaman siber terhadap sektor keuangan terus berevolusi, dari pencurian data hingga serangan berbasis kecerdasan buatan,” ujar Slamet.

“Kita tidak bisa menangani ini secara parsial. Butuh kolaborasi antara regulator, pelaku usaha, akademisi, dan komunitas untuk membangun pertahanan nasional yang kokoh, utamanya di sektor keuangan digital,” imbuhnya.

Baca juga: GASA lindungi konsumen dari penipuan digital

Baca juga: Fintech perlu tingkatkan kepercayaan publik demi kemajuan bersama

Baca juga: Menteri PPN sebut 'fintech' integrasikan produksi dari hulu ke hilir

Pewarta: Arnidhya Nur Zhafira
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |