AESI: Potensi PLTS di lahan bekas tambang terganjal jarak ke jaringan

3 months ago 24
Kalau untuk dijual listriknya ke PLN itu memang saya belum mendengar apakah mereka sudah bisa manfaatkan. Karena rata-rata kan jauh dari pusat-pusat bebannya,

Jakarta (ANTARA) - Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) mengatakan, meskipun lahan bekas tambang menawarkan potensi besar untuk pengembangan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), ada sejumlah tantangan yang dihadapi, salah satunya jarak lokasi tambang yang jauh dari jaringan listrik.

Wakil Ketua Dewan Pakar Bidang Riset dan Teknologi AESI Arya Rezavidi di Jakarta, Kamis mengatakan bahwa sebagian besar PLTS yang dibangun di area bekas tambang berada di luar Jawa dan jauh dari pusat-pusat beban listrik.

Akibatnya, sebagian besar PLTS yang sudah dibangun, seperti PLTS Terapung Adaro di Kalimantan, saat ini hanya digunakan untuk kebutuhan internal perusahaan, bukan untuk disalurkan ke jaringan listrik umum.

"Kalau untuk dijual listriknya ke PLN itu memang saya belum mendengar apakah mereka sudah bisa manfaatkan. Karena rata-rata kan jauh dari pusat-pusat bebannya," katanya.

Baca juga: RI harus tingkatkan kualitas SDM dukung target energi surya 17,1 GW

Di sisi lain, Arya menyoroti pemanfaatan lahan bekas tambang sebenarnya menawarkan solusi untuk mengurangi biaya pengadaan lahan yang mahal, terutama untuk PLTS skala utilitas besar.

Di daerah perkotaan atau Jawa, harga tanah bisa sangat tinggi, membuat investasi PLTS menjadi kurang efisien.

Menurutnya, lahan bekas tambang, yang seringkali hanya perlu disewa, dapat mengurangi beban biaya pengadaan lahan.

Meski demikian, tantangan muncul pada bagaimana perusahaan tambang, yang bisnis utamanya bukan energi, dapat berkolaborasi dengan independent power producer (IPP) menjual listrik ke PLN.

Baca juga: Pertamina NRE investasi 120 juta dolar AS kembangkan PLTS di Filipina

Arya mengusulkan skema kerja sama, seperti penyewaan lahan kepada IPP, atau bahkan perusahaan tambang itu sendiri bertransformasi menjadi IPP, mengingat IPP harus terdaftar di PLN.

"Apakah nanti misalnya ada IPP yang kerja sama dengan perusahaan tambang ini memanfaatkan lahan-lahan ini. Ya apakah dengan menyewa atau perusahaan tambang itu sendiri menjadi IPP," katanya memaparkan.

Sebelumnya, dalam laporan terbaru Global Energy Monitor (GEM) berjudul "Bright Side of the Mine: Solar's Opportunity to Reclaim Coal's Footprint", Indonesia menempati peringkat kedua dunia dalam potensi pengembangan energi surya di atas lahan bekas tambang batu bara, dengan kapasitas mencapai 59,45 GW

Namun, Indonesia baru merencanakan pengembangan energi surya sebesar 600 megawatt, atau kurang dari 1 persen dari total potensinya.

Baca juga: Indonesia peringkat kedua potensi energi surya di lahan bekas tambang

Pewarta: Shofi Ayudiana
Editor: Abdul Hakim Muhiddin
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |