Jakarta (ANTARA) - Warga terdampak banjir di Jalan Kebon Pala II, Kampung Melayu, Jatinegara, Jakarta Timur tidak mau menerima tawaran Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta untuk tinggal di rumah susun (rusun) agar tidak kebanjiran.
"Sempat sih ditawari, tapi bingung saya karena di sini emang udah enak, nyaman, saya dari tahun 70. Jadi, mempertimbangkan itu karena udah nyaman," kata salah satu warga Kebon pala II, Umiana (70) saat ditemui di lokasi banjir, Selasa.
Umiana yang sudah tinggal di kawasan Kebon Pala sejak 1970 itu mengaku bahwa kediamannya seringkali banjir ketika hujan deras ataupun banjir kiriman dari wilayah lain.
Baca juga: Ciliwung meluap, permukiman warga Kebon Pala banjir hingga dua meter
Namun demikian, dia mengaku nyaman tinggal di Kebon Pala bersama dengan warga lainnya.
"Banjir udah berkali-kali, dulu setiap lima tahun sekali. Nah, sekarang jadi kaya tiap pas hujan (banjir), bahkan setahun bisa empat sampai lima kali banjir. Karena udah nyaman jadi perlu pertimbangan lagi," ujar Umiana.
Warga RT 07/RW 11, Kebon Pala II, Jakarta Timur, Nuryadi (62) mengaku dirinya dan sang anak tak setuju jika harus pindah ke rusun.
Apalagi, tahun lalu Nuryadi mendapatkan informasi bahwa yang tinggal di rusun hanya gratis di awal saja, tetapi tiga bulan berikutnya dikenakan biaya.
"Kebanyakan ga setuju ya, karena banyak yang udah menetap, udah puluhan tahun. Kalo saya sih ikut anak doang, jadi setahu saya gitu (anak ga setuju). Apalagi, di sini banyak yang dari nenek moyang turun temurun, jadi udah nyaman," kata dia.
Baca juga: Wagub Rano ajak warga yang terdampak banjir tinggal di rusun
Sementara ittu, salah satu warga RT 11/RW 05, Jalan Kebon Pala II, Suaeb (83) mengatakan dirinya sudah seringkali ditawari oleh pemerintah untuk pindah ke rusun agar tidak terkena banjir.

Namun, Suaeb mengaku lebih membutuhkan uang untuk dirinya bertahan hidup dibandingkan harus pindah ke rusun. Bahkan sejak 1981 rumah Suaeb sempat digusur agar dirinya menyetujui pindah ke rusun.
"Setiap ada yang datang saya bilang maunya duit aja berapa, kalo rusun mah saya ga mau. Udah dari dulu di Kebon Nanas dikasih kunci ga mau. Dari dulu sebelum digusur juga saya suruh pindah ga mau itu, pada 1980. Tapi, pada 1981 saya digusur," kata dia,
Menurut dia, tinggal di rusun mempersulit dirinya jika mau dagang gorengan. Apalagi kalau dirinya mendapatkan rusun di lantai atas.
"Rusun mah bisa apa? Dagang gorengan siapa yang mau beli di atas, kalo kontrak bisa dagang gorengan. Rusun di atas siapa yang mau beli, kalo di bawah penuh juga, udah pada dagang," ujar Suaeb.
Baca juga: Wagub Rano tinjau lokasi pengungsian banjir di Jakarta Timur
Sebelumnya, Wakil Gubernur DKI Jakarta Rano Karno mengatakan dirinya terus menawarkan solusi tinggal di rumah susun (Rusun) kepada masyarakat khususnya yang tinggal di wilayah rawan banjir.
Sayangnya, mayoritas masyarakat menolak untuk pindah dan tinggal di rusun.
"Saya lagi promosi rumah susun. Kita punya rumah susun yang akan selesai di daerah Jagakarsa, tiga tower. Itu kualitas bagus. Cuma mungkin masyarakat kita belum terbiasa tinggal di rumah susun. Makanya saya ke kampung-kampung ingin promosi. Ayok pindah ke rumah susun," kata Rano di Sodetan Ciliwung, Jakarta Timur, Senin (3/3).
Pewarta: Siti Nurhaliza
Editor: Syaiful Hakim
Copyright © ANTARA 2025