Jakarta (ANTARA) - Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung mengatakan tempat pembuangan akhir (TPA) sampah di Benowo, Surabaya, Jawa Timur, bisa menjadi model pengelolaan sampah berbasis energi.
Dalam kunjungan kerjanya ke TPA Benowo, Selasa, Yuliot mengapresiasi inovasi pengelolaan sampah menjadi energi listrik yang diterapkan di TPA tersebut.
Menurut dia, pengelolaan sampah di TPA Benowo dapat diduplikasikan di berbagai daerah sebagai langkah strategis untuk mendukung ketahanan energi nasional yang selaras dengan program Astacita Presiden RI Prabowo Subianto.
"Pengelolaan sampah menjadi energi listrik ini, mungkin bisa kita duplikasi dengan cepat di daerah-daerah lain, karena sudah ada beberapa yang sudah berkonsultasi juga kepada kami. Jadi, diperlukan diseminasi teknologi, karena daerah-daerah itu kan mereka juga agak buta dengan teknologi. Kemudian, yang kedua, itu justru mereka membutuhkan bagaimana pengolahan sampah secara lebih cepat," ujar Yuliot dalam keterangannya yang dikutip di Jakarta, Selasa.
TPA Benowo memanfaatkan dua teknologi utama dalam pengolahan sampah. Untuk sampah organik, digunakan teknologi fermentasi gas atau landfill gas power plant.
Sedangkan, sampah non-organik diolah menggunakan teknologi termokimia atau gasification power plant.
Menurut Yuliot, model pengelolaan sampah itu tidak hanya menyelesaikan persoalan limbah kota, tetapi juga menciptakan solusi penyediaan energi yang ramah lingkungan.
"Jika melihat sampah, kita bisa melihat dua permasalahan sekaligus yang bisa diselesaikan. Pertama, persampahan di seluruh perkotaan, termasuk ibu kota provinsi yang umumnya bermasalah dengan sampah, seperti DKI Jakarta. Jadi, permasalahan sampah ini jika tidak tertangani dengan baik akan terjadi akumulasi dan bahkan di beberapa daerah menjadi sumber bencana, baik terhadap lingkungan, kesehatan, dan efek negatif lainnya," kata Yuliot.
Sebagai bagian dari upaya nasional, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan.
Regulasi itu mengatur percepatan pembangunan pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa) di 12 kota, yaitu DKI Jakarta, Bekasi, Manado, Tangerang, Tangerang Selatan, Palembang, Semarang, Surakarta, Bandung, Surabaya, Denpasar, dan Makassar.
Direktur Utama PT Sumber Organik Agus Nugroho Susanto menyatakan untuk pengelolaan sampah di kota-kota besar, teknologi termal, seperti insinerator atau gasifikasi menjadi pilihan utama untuk mencapai konsep zero waste.
"Pengelolaan sampah di kota-kota besar harus zero waste, dan kalau zero waste maka pilihannya cuma termal, insinerator, atau gasifikasi, karena sampah yang diproses dengan sampah yang masuk masih terdapat sisa," kata Agus.
Ia menambahkan teknologi termal efektif, karena menghasilkan sisa sampah dalam jumlah minimal, seperti residu, fly ash, dan bottom ash. Residu tersebut pun masih dapat dimanfaatkan untuk bahan baku bata atau paving.
"Pengelolaan sampah menjadi zero waste sudah dilakukan di banyak negara, bahkan di China sudah dilakukan sejak 25 tahun yang lalu. Di Singapura, semua sampah diinsinerator dan fly ash serta bottom ash dimanfaatkan untuk reklamasi di Semakau Island. Jadi, tidak ada masalah sama sekali, kotanya bersih, dan tidak bau sama sekali," kata Agus pula.
Baca juga: DLH Surabaya gelar simulasi penyemprotan larutan organik di TPA Benowo
Baca juga: Menteri LH bakal replikasi pengelolaan sampah Surabaya untuk kota lain
Pewarta: Kelik Dewanto
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2024