Unpad dan CoEHAR kolaborasi teliti dampak buruk akibat rokok

3 months ago 5
Indonesia saat ini berada pada titik kritis dalam pengendalian tembakau

Kota Bandung (ANTARA) - Universitas Padjadjaran (Unpad) berkolaborasi dengan lembaga internasional The Center of Excellence for the Acceleration of Harm Reduction (CoEHAR) untuk meneliti mengenai dampak buruk akibat merokok dengan berbasis bukti ilmiah.

Wakil Rektor Bidang Riset, Kerja Sama, dan Pemasaran Unpad, Prof. Rizki Abdulah mengatakan kolaborasi ini bertujuan membangun jejaring riset internasional serta mendorong kebijakan kesehatan masyarakat yang berbasis bukti ilmiah.

“Indonesia saat ini berada pada titik kritis dalam pengendalian tembakau. Maka dari itu, diperlukan pendekatan berbasis bukti yang kuat agar kebijakan publik yang dihasilkan benar-benar berdampak,” kaya Rizki di Bandung, Senin.

Baca juga: Kemenkes soroti krisis perokok aktif di Indonesia capai 70 juta orang

Rizki menjelaskan konferensi ini menjadi forum strategis bagi para akademisi, peneliti, dan pembuat kebijakan dari berbagai negara dalam memperkuat pendekatan pengurangan dampak buruk merokok (harm reduction).

Guru Besar Fakultas Kedokteran Gigi Unpad, Prof. Amaliya, menekankan pentingnya pendekatan inovatif dalam mengatasi tingginya prevalensi perokok di Indonesia.

“Upaya pengendalian rokok tidak bisa lagi mengandalkan cara-cara konvensional. Kita perlu strategi harm reduction yang didukung riset terkini dan kolaborasi lintas sektor,” kata Amaliya.

Menurutnya, Indonesia saat ini menempati posisi ketiga tertinggi dalam jumlah perokok di dunia. Oleh karena itu, konferensi ini diharapkan dapat menjadi wadah berbagi pengetahuan dan pengalaman lintas negara, serta memperkuat sinergi antara akademisi, praktisi, dan pembuat kebijakan.

“Tujuan kami adalah untuk meningkatkan pemahaman dan implementasi pendekatan ilmiah dan medis dalam menangani persoalan merokok,” kata dia.

Baca juga: Efek air liur kering karena merokok bisa timbulkan karies

Dirinya berharap penelitian ini dapat memperkuat posisi Indonesia dalam upaya global mengurangi dampak buruk konsumsi tembakau melalui pendekatan yang ilmiah, inovatif, dan terintegrasi lintas sektor.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyoroti krisis perokok aktif di Indonesia yang mencapai angka 70 juta orang, termasuk 7,4 persen di antaranya remaja usia 10-18 tahun.

Direktur Penanggulangan Penyakit Tidak Menular Kemenkes Siti Nadia Tarmizi menyatakan tanpa langkah serius, Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO memproyeksikan prevalensi merokok akan meningkat menjadi 37,5 persen pada 2025, yang dapat memperburuk beban kesehatan dan ekonomi nasional.

“Meskipun prevalensi merokok secara persentase menurun, jumlah absolut perokok justru meningkat, terutama pada kelompok usia di atas 15 tahun dan perokok pemula. Pengguna rokok elektronik juga meningkat 10 kali lipat pada 2023," katanya di Jakarta, Rabu.

Paparan terhadap produk tembakau pada anak juga kian memprihatinkan, dipicu oleh strategi industri seperti iklan, sponsor, rasa menarik, dan harga murah.

Baca juga: CISDI: Menaikkan harga rokok bisa cegah remaja merokok

Baca juga: Perokok aktif rentan mengalami masalah gigi dan gusi

Pewarta: Rubby Jovan Primananda
Editor: Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |