Jakarta (ANTARA) - Dokter spesialis penyakit dalam dr. Muhammad Pranandi, Sp. P.D memberikan penjelasan terkait pendapat yang sering berkembang di masyarakat mengenai kaitan antara marah-marah sebagai penyebab darah tinggi atau hipertensi.
Nandi mengatakan pendapat tersebut tidak sepenuhnya benar sebab marah-marah bukan penyebab timbulnya tekanan darah tinggi atau hipertensi pada seseorang.
“Jadi mereka yang mengalami tekanan darah tinggi itu membuat aliran oksigen ke otaknya berkurang. Efeknya apa? Dia sakit kepala," kata Nandi kepada wartawan di Jakarta, Kamis.
Dengan sakit kepala dan nyeri kepala, mungkin orang tersebut menjadi gampang lebih marah. "Karena, misalnya, ada tekanan dari luar, terus lagi sakit kepalanya, jadi gampang marah-marah orangnya," katanya.
Baca juga: Ahli jelaskan bahaya sering konsumsi makanan “all you can eat”
Baca juga: Penderita obesitas dan hipertensi tidak disarankan ikut lari maraton
Sebaliknya, orang yang memiliki tekanan darah tinggi juga tak berarti merupakan seseorang yang emosional. Menurut dia, tak ada hubungan langsung antara marah dengan kondisi hipertensi.
"Bukan berarti dia marah-marah itu pasti orang darah tinggi. Nggak kok," ujar Nandi.
Nandi menjelaskan, hipertensi dapat dialami seseorang karena gaya hidup yang tidak sehat. Salah satunya karena kebiasaan merokok dan kurangnya aktivitas fisik.
Karena itu, Nandi menjelaskan bahwa seseorang perlu menjaga berat badannya, mengurangi konsumsi garam, olahraga secara rutin serta menghindari rokok dan alkohol.
Apabila sudah menjalani hal-hal tersebut namun tekanan darah masih tinggi, dokter spesialis penyakit dalam di RS Pondok Indah-Puri Indah itu menjelaskan, kondisi tersebut perlu dibantu dengan mengonsumsi obat yang telah diresepkan oleh dokter.
Pewarta: Lifia Mawaddah Putri
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2025