Teheran: Tuduhan Prancis soal senjata nuklir Iran "absurd"

13 hours ago 3

Teheran (ANTARA) - Kementerian Luar Negeri Iran menepis pernyataan Menteri Luar Negeri (Menlu) Prancis Jean-Noel Barrot bahwa Iran diduga hampir mengembangkan senjata nuklir.

Sebelumnya, usai rapat tertutup Dewan Keamanan PBB mengenai nonproliferasi senjata nuklir, Barrot mengatakan bahwa Iran sedang berada dalam proses pengembangan senjata nuklir.

"Pernyataan Menlu Prancis bahwa Iran hampir mengembangkan senjata nuklir sungguh absurd," tulis juru bicara Kemlu Iran Esmaeil Baqaei di platform X.

Dia menyebut klaim Barrot itu "palsu" dan menunjukkan "sikap keras kepala" Prancis, apalagi disertai ancaman untuk memberlakukan lagi sanksi terhadap Iran.

"Hal itu tidak akan menambah kredibilitas Prancis, baik di Eropa maupun di kancah global,” tulis Baqaei.

Pernyataan Barrot muncul ketika Teheran dan Washington sedang merundingkan program nuklir Iran.

Pada Kamis, Menteri Luar Negeri Oman Badr bin Hamad Al Busaidi mengumumkan bahwa putaran ke-4 dialog Iran-AS ditunda karena kendala logistik. Dialog itu semula dijadwalkan pada 3 Mei di Roma.

Baca juga: Iran tetap kejar kesepakatan nuklir meski dialog dengan AS ditunda

Setelah penundaan itu, Barrot mengatakan kepada kantor berita AFP bahwa pertemuan antara Inggris, Prancis, Jerman, dan Iran terkait nuklir, yang semula dijadwalkan pada 2 Mei, juga tidak dibatalkan.

Putaran ke-3 perundingan tidak langsung Iran-Amerika Serikat (AS) digelar di Oman pada 26 April. Pertemuan itu dihadiri Menlu Iran Abbas Araghchi dan Utusan Khusus Presiden AS Steve Witkoff.

Setelah pertemuan itu, Iran mengaku puas dengan kemajuan perundingan, meskipun masih ada perbedaan pendapat terkait hal teknis dan ketentuan umum dalam kesepakatan program nuklir Iran.

Pada 2015, Inggris, Jerman, China, Rusia, AS, Prancis, dan Iran menandatangani Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) yang dikenal sebagai Perjanjian Nuklir 2015, di mana Iran setuju untuk membatasi program nuklirnya sebagai imbalan pencabutan sanksi.

Namun pada Mei 2018, pemerintah Presiden AS Donald Trump secara sepihak menarik diri dari kesepakatan itu dan kembali memberlakukan sanksi terhadap Iran.

Sebagai respons, Iran secara bertahap mengurangi komitmennya dalam perjanjian itu, termasuk mencabut pembatasan penelitian nuklir dan meningkatkan kadar pengayaan uranium.

Sumber: Sputnik-OANA

Baca juga: Araqchi: Iran bertekad untuk capai kesepakatan yang adil
Baca juga: AS dan Iran akan berunding lagi soal nuklir pada 3 Mei di Eropa

Penerjemah: Primayanti
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |