Jakarta (ANTARA) - Platform omnichannel berbasis AI, SleekFlow, meluncurkan laporan (whitepaper) bertajuk "AI Transformation in SEA: Aligning Consumer Demands with Business Goals" yang menyatakan bahwa 73 persen konsumen di ASEAN menggunakan AI untuk mendukung, bukan menggantikan layanan manusia.
"AI bukan lagi tentang menggantikan manusia, tapi memperkuat kontribusinya,” ujar Asnawi Jufrie, VP dan GM SleekFlow Asia Tenggara dalam siaran resmi pada Selasa.
Laporan yang melibatkan survei terhadap 1.100 responden di wilayah Asia Tenggara itu menemukan bahwa 70 persen konsumen menyatakan bahwa AI mempengaruhi keputusan akhir dalam berbelanja, terutama ketika teknologi tersebut mampu menyajikan personalisasi yang relevan seperti rekomendasi produk dan penawaran diskon.
Baca juga: Meta akan otomatisasi penilaian risiko pembaruan aplikasi dengan AI
Artinya, konsumen cenderung mengandalkan AI untuk beberapa hal sederhana, namun tetap menginginkan dukungan manusia untuk urusan yang lebih kompleks atau bersifat emosional.
"Pelanggan ingin respons yang cepat dan cerdas, tapi juga menginginkan rasa percaya, empati, dan kepastian. Visi kami adalah membekali bisnis dengan Agen AI yang tak sekadar mengotomatisasi, tapi juga mampu memahami, agar mereka bisa tumbuh tanpa kehilangan sisi manusia dari brand itu sendiri," kata dia.
Khusus untuk Indonesia, laporan tersebut menyatakan bahwa konsumen lebih cenderung menyelesaikan transaksi ketika mendapatkan rekomendasi dari sistem berbasis AI, sebesar 75 persen di Indonesia, 70 persen di Singapura, dan 79 persen di Malaysia.
"Promo yang sesuai dengan kebutuhan terbukti lebih efektif dalam mendorong konsumen untuk mengambil tindakan. Sebanyak 73 persen konsumen di Singapura, 80 persen di Malaysia, dan 86 persen di Indonesia mengaku lebih merasa terdorong untuk berbelanja jika promo yang mereka terima dirancang secara khusus," tulis laporan tersebut pada Selasa.
Baca juga: Meta AI tercatat punya satu miliar pengguna aktif bulanan
Konsumen masih perlu sentuhan manusia
Meski penggunaan AI makin luas, 41 persen responden memperkirakan peran customer service manusia belum sepenuhnya tergantikan dalam waktu dekat.
Sebagian besar konsumen menyatakan bahwa preferensi antara AI dan interaksi manusia sangat bergantung pada konteks. Sekitar 70 persen memilih AI untuk urusan yang simpel, namun jumlah yang hampir sama masih mengandalkan manusia untuk menangani pertanyaan yang lebih emosional atau kompleks.
"AI di inbox kami sangat membantu untuk merangkum berbagai konteks agar tak ada hal yang terlewat. Tapi kalau sudah menyangkut interaksi langsung dengan tamu baik untuk permintaan offline atau pengalaman unik lainnya, guest relations kami tetap hadir memberikan peran serta interaksi yang lebih personal,” ujar Laura, Customer Service Manager Atlas Beach Club dari Holywings Group.
Baca juga: Pakar: AI bisa dimanfaatkan untuk tingkatkan kemampuan pelaku ekraf
Dari total 570 bisnis yang disurvei, 67 persen di antaranya sudah menerapkan teknologi AI atau otomatisasi, dengan chatbot sebagai aplikasi yang paling banyak digunakan di sektor ritel, jasa profesional, dan keuangan.
Ke depannya, lebih dari 90 persen bisnis akan memperluas penggunaan AI dalam dua tahun mendatang, dengan fokus pada pengembangan agen AI, sistem analitik cerdas, CRM berbasis AI, serta keterlibatan omnichannel lainnya.
Di Indonesia, 65,12 persen bisnis melaporkan bahwa penggunaan AI secara signifikan meningkatkan kepuasan pelanggan, khususnya pada tahap awal seperti kesadaran dan pertimbangan dalam perjalanan konsumen.
Namun, biaya masih menjadi hambatan utama dalam adopsi AI, disusul oleh keterbatasan sumber daya internal dan ketidakpastian soal imbal hasil investasi (return on investment/ROI).
Baca juga: Wamenkomdigi: Inovasi LLM bahasa daerah dorong kedaulatan AI nasional
Baca juga: Luhut: AI jadi peluang untuk tingkatkan layanan publik
Baca juga: Pemerintah rampungkan pembuatan peta jalan AI di Indonesia bulan ini
Pewarta: Alviansyah Pasaribu
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2025