Jakarta (ANTARA) - Sejumlah kalangan baik dari anggota legislatif, pelaku usaha hingga akademisi mengharapkan upaya pemerintah untuk memberikan perlindungan terhadap industri kretek nasional.
Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun menyatakan keberadaan industri kretek telah menunjukkan peran penting terhadap perekonomian Indonesia dan memiliki andil besar dalam menggerakkan roda perekonomian.
"Industri ini dapat menciptakan efek pengganda karena kemampuannya dalam menyerap tenaga kerja yang besar, mulai dari sektor hulu, yaitu di pertanian, hingga sektor hilir di industri sampai kepada sektor perdagangan, berkontribusi besar dalam menggerakkan perekonomian di daerah," ujar dia dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
Ia menegaskan, kretek sebagai produk khas industri hasil tembakau memiliki daya tawar yang tinggi di pasar lokal dan internasional, yaitu untuk kepentingan ekspor.
Mayoritas kretek menggunakan bahan baku dari dalam negeri, cengkeh dan tembakau tambahnya, karena itu, industri hasil tembakau menjadi salah satu industri yang mampu memenuhi persyaratan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang sangat tinggi.
"Industri ini cukup mampu menjadi salah satu tulang punggung penerimaan negara, di mana penerimaan cukai, lebih dari 95% berasal dari cukai hasil tembakau," katanya dalam FGD bertajuk “Harmonisasi Regulasi Menuju Keseimbangan Kebijakan Kretek di Indonesia”.
Dalam kegiatan yang digelar oleh Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi (PPKE) Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya tersebut Misbakhun menyatakan apresiasinya kepada Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang memutuskan tidak ada kenaikan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) dan Harga Jual Eceran (HJE) tahun 2026.
Namun, lanjutnya, diharapkan langkah ini diikuti dengan langkah-langkah selanjutnya, bagaimana merubah arah strategi roadmap (peta jalan) industri pertembakauan di Indonesia untuk ke depan.
Sementara itu Ketua Umum Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), Henry Najoan mengatakan, padatnya aturan (heavy regulated) terkait produk hasil tembakau memberikan ekses negatif di lapangan.
Menurut dia aturan-aturan tersebut tidak "incorporated" atau lebih mendukung kepentingan persaingan bisnis global yang masuk melalui agenda Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) yang disponsori oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO).
"Berbagai aturan internasional yang sarat kepentingan di dalam hukum nasional, baik melalui ratifikasi maupun adopsi ke dalam produk hukum sektoral telah menimbulkan konsekuensi yang serius terhadap kedaulatan bangsa dan perekonomian rakyat," katanya.
GAPPRI mencatat, terbitnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, diikuti terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 (PP 28/2024) tentang Peraturan Pelaksanaan UU 17/2023, serta penyusunan draft Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) 2024 tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik sebagai upaya meningkatkan pengawasan dan pengendalian produk tembakau dan rokok elektronik di Indonesia, telah menuai pro dan kontra hingga saat ini.
"Polemik antara kepentingan kesehatan dan posisi strategis IHT dalam perekonomian, seharusnya tidak perlu terjadi. Kami berharap ada ruang dialog lintas stakeholders untuk merumuskan Roadmap (Peta Jalan) kebijakan IHT yang seimbang," kata Henry Najoan.
Selain itu, GAPPRI juga merekomendasikan pada pemerintah, adanya kebijakan moratorium tarif CHT dan HJE selama 3 tahun berturut-turut, serta tidak adanya peraturan-peraturan yang memberatkan dan mengganggu pertumbuhan ekonomi.
Serta adanya relaksasi bagi IHT atas pelunasan pita cukai dari 60 hari menjadi 90 hari, serta adanya perlakuan yang setara antara rokok elektrik dengan rokok konvensional.
Akademisi Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Prof. Dr. Budi Santoso merekomendasikan penataan regulasi terkait IHT harus dilakukan dengan tertib perundang-undangan dan mengedepankan harmonisasi kebijakan guna mencapai keseimbangan kepentingan antara perlindungan kesehatan masyarakat dengan keberlanjutan sektor industri dan petani tembakau.
Sementara itu Asisten Deputi Pengembangan Industri Agro, Kimia, Farmasi, dan Tekstil Kemenko Perekonomian, Eripson M.H Sinaga menilai perlunya harmonisasi lintas kementerian/lembaga/badan di pemerintah dengan melibatkan stakeholders ekositem pertembakauan untuk merumuskan kebijakan yang melindungi kelangsungan industri kretek nasional.
"Tujuannya untuk menjaga keseimbangan antara kebijakan ekonomi dan terutama penyerapan tenaga kerja mengingat industri kretek itu sangat padat tenaga kerja," katanya.
Baca juga: Wamenaker: Regulasi industri tembakau harus berpihak ke petani-pekerja
Baca juga: KPAI tekankan pentingnya implementasi PP Pengendalian Tembakau
Baca juga: Wamenperin: Kontribusi CHT capai Rp216,9 triliun pada 2024
Pewarta: Subagyo
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































