RI reformasi pendidikan dokter spesialis dengan sistem ACGME

19 hours ago 3

Jakarta (ANTARA) - Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kesehatan mereformasi sistem pendidikan dokter spesialis di dalam negeri dengan mengadopsi standar internasional dari Accreditation Council for Graduate Medical Education (ACGME) guna meningkatkan kualitas dan mempercepat produksi tenaga medis spesialis.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI di Jakarta, Selasa, mengatakan sistem baru tersebut telah diterapkan melalui enam Rumah Sakit Pendidikan Penyelenggara Utama (RSPPU) untuk Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) batch pertama.

“Metode baru ini menggunakan sistem ACGME yang transparan, berbasis digital, dan bebas dari budaya senioritas. Semuanya by system, tidak ada lagi like-dislike,” kata dia dalam rapat kerja yang disiarkan secara daring itu.

Reformasi ini dilakukan karena Indonesia dinilai tertinggal dalam produksi dokter spesialis. Dengan populasi lima kali lebih besar dari Inggris, Indonesia hanya menghasilkan sekitar 2.700 dokter spesialis per tahun, sedangkan Inggris mampu memproduksi hingga 6.000.

Baca juga: Mengobati luka menganga dalam pendidikan dokter spesialis

Baca juga: Kemenkes: SIP bagi peserta PPDS guna kurangi beban finansial-mental

Menurut Budi Sadikin, akar masalahnya terletak pada model pendidikan yang selama ini berbeda dari negara lain. Di Indonesia, pendidikan spesialis bersifat akademik, tidak berbasis profesi, sehingga peserta harus berhenti bekerja, membayar uang pangkal hingga ratusan juta rupiah, serta tidak diperbolehkan bekerja selama masa pendidikan.

“Di negara lain, calon dokter spesialis tetap bekerja di rumah sakit sambil meningkatkan kompetensinya. Di negara kita malah berhenti kerja, bayar mahal, dan setelah lulus baru cari kerja lagi. Model ini hanya terjadi di Indonesia,” ungkapnya menjabarkan.

Kementerian Kesehatan menyakini bahwa model baru yang diadopsi dari ACGME memungkinkan peserta tetap aktif bekerja sambil menjalani pendidikan spesialis. Sistem ini telah diterapkan di lebih dari 900 rumah sakit pendidikan di Amerika Serikat, dengan 162.000 residen aktif, serta digunakan oleh negara lain seperti Singapura dan Arab Saudi.

“Singapura juga sempat mengalami masalah serupa pada 2000-an dan mereka gunakan sistem ACGME selama 15 tahun untuk reformasi PPDS. Jadi ini bukan eksperimen, tapi sistem yang sudah terbukti berhasil,” kata Budi.

Ia menegaskan bahwa pendekatan lama tetap berjalan, namun pemerintah membuka jalur baru dengan standar internasional untuk mengejar ketertinggalan produksi dokter spesialis di dalam negeri.

“Tujuan kita sederhana yakni menghasilkan dokter spesialis berkualitas internasional, dengan sistem pendidikan yang adil, transparan, dan tidak memberatkan,” kata dia.*

Baca juga: Polisi tetapkan oknum dokter spesialis kulit tersangka pencurian

Baca juga: Unpad keluarkan dokter PPDS yang lakukan kekerasan seksual di RSHS

Pewarta: M. Riezko Bima Elko Prasetyo
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |