RI pastikan tangani polusi plastik tanpa menunggu perjanjian global

1 month ago 11
Banyak yang hal telah dirumuskan, hal-hal penting yang menjadi perhatian global telah dirumuskan tetapi menyepakatinya sepertinya masih diperlukan waktu

Jakarta (ANTARA) - Indonesia terus melakukan langkah praktis di lapangan menangani polusi plastik dengan konsolidasi bersama lapisan masyarakat, dunia usaha, dan negara lain, di tengah kondisi belum tercapainya kesepakatan terkait Perjanjian Plastik Global.

Ditemui usai rapat konsolidasi hasil perundingan internasional sesi kelima bagian kedua Komite Negosiasi Antarpemerintah (INC-5.2) di Jakarta, Kamis, Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq mengatakan pertemuan bersama National Plastic Action Partnership (NPAP) hari ini mempercepat penanganan sampah plastik mencapai 100 persen pada 2029 di tengah ketidakpastian perjanjian global yang mengikat.

"Banyak yang hal telah dirumuskan, hal-hal penting yang menjadi perhatian global telah dirumuskan tetapi menyepakatinya sepertinya masih diperlukan waktu," kata Menteri LH/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) Hanifl.

"Sehingga tadi teman-teman dari NPAP merumuskan, mendorong kita semua untuk tetap jalan tanpa menunggu itu selesai. Jadi langkah-langkah operasional, langkah-langkah praktis di lapangan tetap kita lakukan," tambahnya.

Baca juga: RI terus berupaya hentikan polusi plastik meski INC-5.2 gagal sepakat

Dalam forum yang diisi oleh perwakilan pemerintah, dunia usaha, perwakilan kedutaan besar, organisasi internasional, lembaga nirlaba, dan kelompok masyarakat itu, KLH/BPLH sebagai koordinator untuk isu sampah plastik mengapresiasi masukan terkait isu yang perlu menjadi perhatian demi memastikan polusi plastik tertangani.

Dari dunia usaha terdapat kekhawatiran mengenai kepastian regulasi dan pentingnya mewajibkan tanggung jawab produsen yang diperluas (Extended Producer Responsibility/EPR) dalam menangani sampah produknya.

Dari sisi lembaga nirlaba dan kelompok masyarakat disinggung mengenai kebutuhan pengawasan yang lebih ketat dari hulu ke hilir dan implementasi pengelolaan sampah yang ketat di tingkat tapak. Terdapat pula isu pendanaan yang menjadi fokus seluruh pihak.

Dari sisi pemerintah, Menteri LH Hanif mengatakan sepakat untuk perlunya Indonesia memperlihatkan posisi yang kuat dalam penanganan plastik, tidak hanya untuk nasional tapi juga regional Asia Tenggara. Hal itu mengingat sampah plastik yang berakhir di laut tidak hanya menjadi masalah Indonesia tapi juga negara kawasan.

Baca juga: Menteri LH nyatakan komitmen RI akhiri polusi plastik pada INC Jenewa

Dari sisi nasional, pemerintah sendiri menargetkan untuk mencapai pengelolaan sampah 100 persen pada 2029, termasuk untuk sampah plastik. Berbagai langkah sudah dilakukan termasuk penegakan hukum terhadap wilayah yang masih memiliki TPA open dumping atau membuang sampah secara terbuka.

Dari sisi insentif, KLH juga sudah mengetatkan syarat untuk mendapatkan Penghargaan Adipura, menjadikan ketiadaan TPA ilegal dan TPA open dumping sebagai syarat dasar mengikuti seleksi. Terdapat juga pendampingan kepada daerah-daerah untuk meningkatkan pengelolaan sampah mereka.

"Prinsipnya yang dapat kami sampaikan kepada teman-teman di dunia, Indonesia tetap jalan tanpa menunggu harus ada konsensus dari Global Plastic Treaty tadi. Namun demikian Indonesia mendorong pada kesempatan yang tidak terlalu lama untuk segera merumuskan langkah-langkah yang sistematis di dalam mewujudkan legally binding terkait dengan Global Plastic Treaty ini," jelasnya.

Baca juga: Negara ASEAN didesak utamakan lingkungan di perjanjian plastik global

Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |