Ende (ANTARA) - Program intervensi pemenuhan gizi seimbang semakin digencarkan untuk mengatasi kasus anak stunting yang masuk dalam kategori tinggi di Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur.
Program pemberian satu telur kepada satu anak setiap hari menjadi salah satu intervensi terbaru dalam pemenuhan asupan gizi seimbang itu, datang dari inisiatif Yayasan Wahana Visi Indonesia (WVI) bersama Dinas Kesehatan Kabupaten Ende.
Area Program Manager Klaster Flores Tengah WVI Abner R Sembong ditemui di Detusoko, Kabupaten Ende, Kamis, mengharapkan program tersebut dapat membantu memenuhi asupan gizi seimbang bagi anak-anak sehingga masalah stunting dapat diatasi secara optimal.
Temuan tim pendamping keluarga dari WVI menunjukkan menu makanan keluarga di Kabupaten Ende, terutama wilayah perbukitan yang mayoritas warga petani tumpang sari, masih kurang kandungan protein.
Menurut dia, keterbatasan akses menjadi salah satu kendala, di mana orang tua yang bertani di kebun dan ladang selama seharian bahkan berminggu-minggu saat musim tanam sehingga mereka tidak dapat memberikan pengawasan penuh terhadap asupan gizi anak, seperti ditemukan di Kecamatan Detusoko.
Selain itu, pasar tradisional terdekat di Detusoko hanya beroperasi dua kali seminggu, yaitu Senin dan Kamis, sehingga rekomendasi untuk melengkapi asupan protein anak belum terserap secara optimal.
"Soal asupan nutrisi protein. Sumbernya didapat dari ikan, tahu, tempe. Beli dari pedagang yang masuk ke desa-desa, harganya Rp7 ribu-Rp10 ribu per tiga-lima potong tahu/tempe. Kalau makan ayam, telurnya paling saat ada perayaan adat atau hari besar lainnya," kata dia.
Ia menjelaskan skema program intervensi ini mengedepankan pemberian bibit ayam petelur secara kelompok, dimulai dari anggota posyandu, demi keberlanjutan manfaat yang diterima.
"Pertama mudah mengawasinya, sehingga ayam bisa berkembang biak dan terus memproduksi telur. Di sisi lain juga mengantisipasi warga justru memotong ayam untuk dijadikan makanan dan memutus sumber protein bagi mereka," katanya.
Abe optimistis program ini berjalan dengan baik berkat dukungan instansi pemerintah, termasuk para donatur, dan berbekal pengalaman pihaknya menjalankan program satu telur satu anak setiap hari di beberapa daerah lain yang menjadi wilayah pendampingan WVI.
WVI sebagai mitra Dinas Kesehatan Ende juga rutin menyelenggarakan pos gizi selama 10 hari dengan target membuat kenaikan berat badan anak yang ideal, di mana dalam 30 hari setelah pos gizi target bertambah di atas 400 gram, 60 hari seberat 600 gram, dan bulan ketiga seberat 900 gram standar kenaikannya.
Namun, kata dia, capaian tersebut kerap terkendala karena kesibukan orang tua mengurus ladang dan ditambah lagi keragaman bahan makanan yang tidak ada sehingga gizi anak terbengkalai.
"Nah dengan telur, akan menutup kekosongan itu. Kondisinya banyak anak jadi underweight yang jika di biarkan terus menerus maka dia akan masuk stunting, kalau sudah di atas tiga sudah tidak bisa lagi diintervensi" ujarnya.

Dalam kesempatan berbeda, Kepala Bidang Kesehatan Keluarga dan Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten Ende Maria A Eka mengharapkan intervensi pemenuhan gizi seimbang dengan pengembangan kemandirian pangan ini dapat menekan angka stunting di daerah itu dan mendukung tumbuh kembang anak menjadi optimal.
"Saya melihat itu baik adanya, memberikan telur kepada anak atau keluarga, satu telur proteinnya dapat, kalau tidak bisa makan nasi sudah tercukupilah. Jadi mereka tidak hanya sayuran saja," ujarnya.
Dinas Kesehatan Kabupaten Ende mencatat data aktif saat ini dari jumlah 15.000 anak yang ada, terdapat 7,9 persen atau 1.242 kasus stunting.
Pengukuran antropometri yang dilakukan dengan evaluasi stunting pada Februari dan Agustus 2024 mengungkapkan adanya gangguan gizi anak sejak usia 0–6 bulan, 6–24 bulan, dan di atas 24 bulan.
Untuk itu, ia menilai, jumlah prevalensi stunting tersebut memang masih belum memuaskan sehingga butuh digiatkan lagi intervensi secara bersama-sama, meskipun memang angkanya sudah cukup lebih baik jika dibandingkan periode penimbangan tahun sebelumnya yang 8,2 persen.
"Idealnya seperti itu, saya pikir, kader posyandu bisa melakukannya, sebagai rekomendasi untuk orang tua melengkapi apa yang kurang pada anaknya seperti asupan protein dan lain-lain," kata dia.
Baca juga: Pola asuh orang tua sokong tingginya angka anak stunting di Ende
Baca juga: Mendukbangga: Program Genting hingga MBG wujud gotong-royong
Baca juga: Mendugbangga intervensi kasus stunting melalui Genting
Pewarta: M. Riezko Bima Elko Prasetyo
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2025