Jakarta (ANTARA) - Direktorat Tindak Pidana Pelindungan Perempuan dan Anak serta Pemberantasan Perdagangan Orang (PPA dan PPO) Bareskrim Polri mengungkapkan bahwa tersangka EF bukan ayah kandung dari AMK, anak korban penyiksaan yang ditemukan di Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
"EF alias 'Ayah Juna' bukan ayah kandung korban. Ia adalah pasangan dari ibu kandung AMK yang berinisial SNK," kata Direktur PPA-PPO Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Polisi Nurul Azizah di Jakarta, Jumat.
Adapun dalam kasus ini, SNK juga telah ditetapkan sebagai tersangka.
Nurul menjelaskan dalam proses penanganan kasus penyiksaan anak ini, penyidik Subdit II Dittipid PPA dan PPO Bareskrim Polri di bawah pimpinan Komisaris Besar Polisi Ganis Setyaningrum berusaha menelusuri informasi awal yang didapatkan dari korban mengenai EF alias YA dan SNK.
"Satu-satunya informasi yang ia (korban AMK) ingat hanyalah nama 'Ayah J', 'Ibu S', 'Bu Guru E', serta sekolah 'MS' di Surabaya," katanya.
Penyelidikan pun berlanjut hingga akhirnya diketahui bahwa ayah kandung AMK berinisial SG, bukan EF.
Baca juga: Polri tetapkan dua tersangka kasus penyiksaan anak di Kebayoran Lama
Selain itu, diketahui pula bahwa korban AMK memiliki saudara kembar bernama ASK. Sehari-hari keduanya diasuh sang ibu berinisial SNK yang kemudian hidup bersama pasangannya, EF.
"Jadi, keduanya hidup bersama sebagai pasangan, meski secara hukum perkawinan dan status keluarga masih dalam pendalaman penyidik," ungkap Nurul.
Sementara itu, dua kakak laki-laki AMK saat ini diasuh oleh neneknya.
Nurul menambahkan terungkapnya perbuatan keji EF ketika AMK menyebut dirinya kerap disiksa oleh sosok yang ia panggil "Ayah Juna".
"Pelaku disebut sering memukul, menendang, membanting, menyiram bensin, dan membakar wajah korban di sawah, memukul dengan kayu hingga tulang patah, membacok dengan golok, hingga menyiram tubuh korban dengan air panas," katanya.
Baca juga: Polri terus cari keluarga anak korban kekerasan di Kebayoran Lama
Pengakuan korban juga didukung dengan analisis forensik, jejak digital, hingga data manifes transportasi akhirnya mengungkap bahwa yang dimaksud adalah EF alias YA, pasangan ibu kandung korban yang berperan sebagai ayah sambung.
"Bukti manifes perjalanan kereta dari Stasiun Pasar Turi Surabaya menuju Jakarta yang mencatat keberangkatan EF bersama AMK menjadi penguat keterlibatan keduanya," imbuhnya.
Atas perbuatannya, tersangka EF dan SNK dijerat dengan Pasal 76B juncto 77B dan Pasal 76C jo. Pasal 80 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, serta Pasal 354 KUHP tentang penganiayaan berat. Ancaman hukuman maksimal adalah 8 tahun penjara dan denda hingga Rp100 juta.
Kasus penyiksaan anak ini mencuat ketika korban AMK ditemukan dalam kondisi mengenaskan pada 11 Juni 2025 di depan sebuah kios di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
Saat ditemukan, korban terbaring lemah di atas kardus dengan tubuh penuh luka dan tanda-tanda malnutrisi. Wajahnya mengalami luka bakar, tangannya patah, dan tubuhnya dipenuhi memar.
Baca juga: Polri: Kondisi anak korban kekerasan di Kebayoran Lama jauh lebih baik
Baca juga: Polri pastikan pemulihan optimal anak korban penyiksaan di Jaksel
Pewarta: Nadia Putri Rahmani
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.