Jakarta (ANTARA) - Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortastipidkor) Polri menetapkan dua tersangka kasus dugaan korupsi dalam pengelolaan keuangan BUMD Pemprov Riau, PT Sarana Pembangunan Riau (SPR), yang berasal dari operasional Blok Migas Langgak periode tahun 2010-2015.
Wakil Direktur Penindakan Kortastipidkor Polri Komisaris Besar Polisi Bhakti Eri Nurmansyah mengatakan dua tersangka itu adalah RA (Rahman Akil) selaku Direktur Utama PT SPR tahun 2010–2015 sekaligus selaku pemegang otorisasi keuangan pada PT SPR periode tahun 2010-2015 dan DRS (Debby Riauma Sari) selaku Direktur Keuangan PT SPR tahun 2010–2015 sekaligus selaku pemegang otorisasi keuangan.
"Setelah melalui rangkaian proses penyidikan dan memperoleh bukti yang cukup serta memperhatikan kebutuhan, maka penyidik melakukan tindakan penahanan terhadap kedua tersangka di Rutan Bareskrim Polri," kata Bhakti dalam konferensi pers di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa.
Diterangkan Bhakti, posisi kasus ini berawal ketika PT SPR yang merupakan BUMD dari Provinsi Riau, mengalami perubahan dari sebelumnya berbentuk perusahaan daerah menjadi perseroan terbatas (PT).
Berdasarkan rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB), RA diangkat menjadi Direktur Utama PT SPR dan DRS menjadi Direktur Keuangan PT SPR.
Selanjutnya, PT SPR mendirikan anak perusahaan, yaitu bernama PT SPR Langgak yang menjalankan usaha-usaha dalam bidang pertambangan di Blok Langgak di daerah Lapangan Langgak, Cekungan Sumatera Tengah, Provinsi Riau.
"Pada akta tersebut, RA selaku Direktur Utama daripada PT SPR Langgak,” katanya.
Kemudian, pada tanggal 25 November 2009 , mantan Dirjen Migas Kementerian ESDM menerbitkan surat yang menyebutkan bahwa konsorsium PT SPR dan PT Kingswood Capital Limited (KCL) ditetapkan sebagai pemenang penawaran langsung untuk mengelola Blok Migas Langgak.
"Pada 30 November 2009, konsorsium SPR dan KCL ini melakukan kerja sama atau Production Sharing Contract dari Pemerintah RI, Kementerian ESDM, untuk jangka waktu 20 tahun yang berlaku efektif sejak April 2010 sampai 2030," kata Bhakti.
Kontrak kerja sama itu ditandatangani R. Priyono selaku Ketua BP Migas pada saat itu, RA selaku Direktur Utama PT SPR dan Louis Alexander Pieris selaku Direktur PT KCL serta disetujui Menteri ESDM pada saat itu, yakni Darwin Zahedy Saleh.
Dalam kontrak kerja sama tersebut, ujar Bhakti, PT SPR dan PT KCL masing-masing mendapatkan participating interest sebesar 50 persen.
Selanjutnya, pada tanggal 18 April 2010, RA selaku Direktur Utama PT SPR dan Direktur PT KCL menandatangani kesepakatan bersama tanpa nomor yang salah satunya menyepakati untuk menunjuk PT SPR Langgak sebagai operator atas wilayah kerja Blok Migas Langgak.
Bhakti merinci perbuatan melawan hukum tersangka RA dan DRS adalah melakukan pengeluaran keuangan perusahaan yang tidak sesuai dengan prinsip GCG (Good and Clean Government) yang mengakibatkan kerugian PT SPR selaku BUMD.
Lalu, keduanya melaksanakan pengadaan yang tidak dilandasi analisa dan kebutuhan yang menampilkan bahwa proses pengadaan tersebut tidak dilakukan dengan iktikad baik, transparan, dan bertanggung jawab.
"Ketiga, melakukan kesalahan atau kelalaian pada pencatatan overlifting yang merugikan perusahaan dan dapat dimintai pertanggungjawaban," ucap Bhakti.
Terakhir, kedua tersangka adalah pihak yang memiliki otoritas sebagai pengelola keuangan pada PT SPR yang tidak mencerminkan ketentuan tata kelola, perencanaan, penggunaan, dan pertanggungjawaban keuangan menurut tata kelola perusahaan yang baik.
"Terlebih mengakibatkan kerugian bagi perusahaan yang dapat dikategorikan sebagai bentuk perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan wewenang," imbuhnya.
Akibat perbuatan para tersangka, kerugian keuangan negara bahwa berdasarkan laporan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) adalah sebesar Rp33.296.257.959 dan 3.000 dolar AS.
Bhakti mengatakan, kedua tersangka tersebut disangkakan Pasal 2 dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Pewarta: Nadia Putri Rahmani
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.