Jakarta (ANTARA) - Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ) mendukung kemandirian ekonomi masyarakat pesisir, terutama pemberdayaan bagi para perempuan dan istri nelayan lewat inisiasi Kelompok UMKM Wanita (KUW) Greenthink.
Head of Communication, Relations and CID PHE ONWJ R. Ery Ridwan mengatakan bahwa PHE ONWJ membina KUW Greenthink sebagai bagian dari program tanggung jawab sosial dan lingkungan (TJSL)
"Seluruh anggota KUW Greenthink merupakan istri-istri nelayan di Kecamatan Cilamaya Girang, Blanakan, Subang, Jawa Barat," kata Ery dalam keterangan di Jakarta, Selasa.
Dia menyampaikan bahwa KUW Greenthink melakukan langkah inovatif dengan mengolah ikan tengkek menjadi berbagai produk olahan.
"Kami sangat bangga melihat bagaimana inovasi dan kerja keras mereka telah sukses mengubah tantangan menjadi peluang. Semoga keberhasilan ini dapat menginspirasi komunitas lain untuk melakukan hal serupa," ujar Ery.
Diketahui, ikan tengkek kurang diminati konsumen. Tengkek dihindari lantaran anatomi tubuhnya yang penuh duri.
Permintaan pasar terhadap ikan tengkek tidak sebesar jenis ikan lain seperti tenggiri, tongkol, kakap, dan bandeng sehingga membuat harga jual tengkek rendah.
"Dulu, ikan tengkek tidak ada harganya. Bahkan, dianggap limbah oleh nelayan. Kalau dapat tengkek di laut, dijual murah," kata Eka Mustika, pemilik UMKM Mustika Food yang juga satu dari 22 anggota KUW Greenthink.
Eka dan anggota-anggota KUW Greenthink pun menyulap ikan tengkek menjadi berbagai produk olahan seperti abon, dendeng, dan kerupuk.
Sebelum Mustika Food dan produk olahan ikan tengkeknya dikenal banyak orang, ikan tengkek hanya dijual di bawah Rp5.000 per kilogram, bahkan sempat menyentuh Rp2.000-Rp3.000 per kilogram. Adapun, tiap satu kilogram berisi 4-5 ekor ikan.
Harga ikan tengkek naik seiring kebutuhan Eka terhadap bahan baku produknya. Dalam satu bulan, Eka memerlukan bahan baku ikan tengkek rata-rata 1,5-2 kuintal.
Jumlah itu untuk memenuhi permintaan konsumen lintas kota sampai lintas negara, mulai dari Subang, Bandung, Jabodetabek, Bali, Jambi, hingga Singapura. Hasilnya, harga ikan tengkek melonjak naik menyentuh hingga Rp17.000-Rp25.000 per kilogram.
Bisnis Eka semakin membesar berkat diversifikasi produk. Di bawah bimbingan PHE ONWJ, produk Eka merambah dari abon ke kerupuk, cheese stick, dan ikan asin.
Omzet UMKM Mustika Food berkisar Rp100 jutaan per bulan. Dalam setahun, bisnis yang dijalankan Eka serta empat karyawannya mampu meraup omzet di atas Rp1 miliar.
Satu-satunya keunggulan produk Eka ada pada rasa abon yang khas dan legit, berkat bahan baku tengkek.
"Kata pelanggan, abon tengkek beda dengan abon ikan jenis lain. Tekstur dagingnya mirip tongkol, crispy, tapi rasanya lebih gurih dan aromanya lebih harum," ucap Eka.
Melalui program yang diselenggarakan PHE ONWJ, Eka tidak sekadar dilatih menjadi pebisnis tanpa tanding. Produk olahan Eka juga didukung mendapatkan izin usaha dan sertifikasi produk.
Kini, Eka sudah mengantongi nomor induk berusaha (NIB), sertifikat produksi pangan industri rumah tangga (SPO-IRT), dan sertifikasi halal.
Legalitas tersebut meningkatkan kepercayaan konsumen, memperluas akses pasar, dan meningkatkan daya saing.
Eka juga telah merekrut empat ibu rumah tangga untuk menunjang peningkatan produksi, yang juga istri-istri nelayan. Dirinya juga aktif menjual produknya di loka pasar (marketplace).
Pewarta: Muhammad Harianto
Editor: Hisar Sitanggang
Copyright © ANTARA 2025