Petani Kalijaran raih harapan baru lewat energi surya dan inovasi

2 hours ago 1
inovasi bisa lahir dari desa, dari tangan-tangan petani yang ingin bangkit, dan dari semangat untuk menjadikan setiap hasil bumi sebagai sumber kehidupan yang berkelanjutan.

Cilacap (ANTARA) - Pagi itu, sinar Matahari yang menembus langit cerah di Desa Kalijaran, Kecamatan Maos, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, memantul di permukaan panel-panel surya yang berjajar di pematang sawah tadah hujan.

Suasana yang hening itu terasa berbeda dibandingkan beberapa tahun lalu, ketika suara bising mesin diesel masih mendominasi irigasi pertanian warga.

Kini, tak ada lagi asap hitam atau deru knalpot. Yang ada hanya energi bersih dari Matahari, yang menghidupi lahan pertanian seluas 15 hektare dan memberi napas baru bagi petani setempat.

Inovasi itu lahir melalui program Kalijaran Mapan (Masyarakat Pengelolaan Pertanian Berkelanjutan), hasil kolaborasi PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) RU IV Cilacap dengan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Margo Sugih. Tujuannya sederhana namun bermakna: mengangkat kesejahteraan petani desa dengan cara yang lebih mandiri dan berkelanjutan.

Dulu, petani di Kalijaran hanya bisa menjual gabah hasil panen kepada tengkulak. Harga rendah membuat keuntungan yang diperoleh tak sebanding dengan jerih payah di sawah. Kini, kondisi itu mulai berubah.

Melalui program Kalijaran Mapan, gabah yang dipanen tidak lagi langsung dijual, tetapi diolah menjadi beras. Proses itu memberi nilai tambah yang signifikan. Bahkan, dedak hasil sampingan penggilingan pun dimanfaatkan sebagai pakan ternak bebek.

"Kalau dulu petani hanya panen sekali, hasilnya pun langsung dijual. Sekarang beras bisa diolah sendiri, dedaknya pun jadi berkah untuk budi daya bebek," kata Priyatno selaku Ketua Gapoktan Margo Sugih yang menjadi motor penggerak program Mapan.

Budi daya bebek petelur dengan menggunakan kandang komunal itu merupakan bagian dari diversifikasi usaha dan hingga saat ini membudidayakan sebanyak 175 ekor.

Limbah lain, seperti sekam padi juga diolah menjadi arang sekam, yang laku dijual dan digunakan sebagai media tanam hortikultura. Prinsipnya, jangan sampai limbah jadi sampah. Semua harus jadi berkah.

.

Energi surya

Salah satu kunci keberhasilan program Mapan adalah keberadaan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS). Teknologi solar home system (SHS) berupa pompa air tanah berenergi listrik dari tenaga surya itu mengatasi permasalahan klasik petani Kalijaran: kekeringan akibat irigasi yang tidak lancar.

Pompa air tanah berteknologi SHS yang merupakan program tanggung jawab sosial lingkungan (TJSL) dari PT KPI RU IV Cilacap yang sudah beroperasi sejak tahun 2023. Sebelum adanya teknologi SHS, yang merupakan inovasi Tim Politeknik Negeri Cilacap (PNC), hamparan sawah tadah hujan di Desa Kalijaran itu dibiarkan begitu saja oleh pemiliknya, ketika musim kemarau.

Kalaupun hamparan sawah tadah hujan itu digarap, petani harus mengeluarkan biaya tambahan untuk sewa pompa air berikut membeli bahan bakar minyak.

Dengan PLTS, mereka bisa irit hingga 50 persen dibanding listrik konvensional. Kalau dulu pakai diesel habis delapan liter BBM per hari, sekarang cukup energi matahari. Zero kebisingan, zero polusi.

Dengan kapasitas 6.500 kW, panel surya itu mampu memompa air untuk mengairi sawah, sekaligus mengurangi emisi karbon hingga sekitar 5 kilogram per hari. Tidak hanya PLTS, energi yang dibutuhkan untuk menghidupkan pompa air itu juga didukung oleh pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB).

Bahkan, pemanfaatan energi surya itu tidak sebatas untuk kebutuhan pompa air di sawah. Penggilingan padi yang dikelola Gapoktan Margo Sugih pun memanfaatkan energi surya, sehingga tidak menimbulkan emisi gas buang dari mesin penggilingannya.

Meskipun biaya awal pembangunannya besar, Priyatno meyakini manfaat jangka panjangnya sepadan. Panel bisa bertahan sampai 25 tahun. Jadi investasi ini bukan hanya untuk generasi sekarang, juga untuk berikutnya.

Program Kalijaran Mapan tidak hanya berfokus pada padi. Diversifikasi pertanian dilakukan agar petani tidak terus bergantung pada hasil sawah yang siklusnya panjang. Greenhouse dibangun, rumah bibit dikelola, dan kolam ikan digarap.

Di dalam greenhouse, sayuran cepat panen, seperti pakcoy, kangkung, dan cabai mulai ditanam. Hasilnya jauh lebih cepat dirasakan dibanding menunggu musim panen padi.

"Kita jangan terus bergantung pada padi. Dengan sayuran pendek, perputaran hasil lebih cepat. Kangkung bisa panen sampai empat kali, jauh lebih menguntungkan," kata Priyatno.

Satu bedeng kangkung, misalnya, bisa menghasilkan ratusan ribu rupiah hanya dalam waktu 25–30 hari. Skema ini memberi ruang bagi petani untuk memperoleh pemasukan tambahan yang stabil.

Sementara bagi petani kecil, perubahan itu benar-benar terasa. Pangat, salah seorang anggota Kelompok Tani Abdi Tani Makmur, mengingat betul masa-masa ketika sawahnya hanya bisa ditanami sekali setahun.

"Dulu setahun paling sekali tanam. Sekarang bisa dua sampai tiga kali, bahkan di sela-sela bisa tanam palawija dan sayur. Jadi penghasilan kami lebih terjamin," ungkapnya.

Ketua Gabungan Kelompok Tani "Margo Sugih" Priyatno (kanan) dan anggota Kelompok Tani "Abdi Tani Makmur) mempraktikkan operasional mesin penggilingan padi berenergi listrik dari tenaga surya dalam program Kalijaran Mapan di Desa Kalijaran, Kecamatan Maos, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, Rabu (1/10/2025). ANTARA/Sumarwoto

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |