Perlunya penyelia halal di setiap dapur SPPG

2 hours ago 3

Jakarta (ANTARA) - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dijalankan Badan Gizi Nasional (BGN) melalui dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) menuntut pengawasan ketat, tidak hanya dari aspek gizi, tetapi juga kehalalan dan keamanan pangan. Isu keracunan makanan di sejumlah sekolah dan dugaan penggunaan food tray berbahan babi di fasilitas umum belakangan ini menegaskan urgensi kehadiran penyelia halal di setiap dapur SPPG.

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH) menegaskan kewajiban sertifikasi halal bagi produk pangan. Menurut ketentuan perundang-undangan, penyelia halal didefinisikan sebagai individu yang memiliki tanggung jawab penuh terhadap jalannya Proses Produk Halal (PPH) di suatu fasilitas produksi atau layanan. Peran ini sangat krusial karena menjadi garda terdepan dalam memastikan seluruh tahapan pengolahan, penyimpanan, dan distribusi produk berjalan sesuai standar halal yang telah ditetapkan.

Pasal 58 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2024 menegaskan bahwa penyelia halal memiliki empat tugas utama. Pertama, melakukan pengawasan langsung terhadap pelaksanaan Proses Produk Halal (PPH) agar seluruh tahapan sesuai dengan prosedur yang berlaku. Kedua, menetapkan langkah perbaikan sekaligus tindakan pencegahan jika ditemukan potensi penyimpangan dalam proses produksi. Ketiga, mengoordinasikan implementasi PPH di seluruh unit atau dapur yang menjadi tanggung jawabnya. Keempat, mendampingi auditor halal pada saat pemeriksaan, sehingga audit dapat berlangsung secara transparan, objektif, dan akuntabel.

Dalam praktik Jaminan Produk Halal (JPH), keberadaan penyelia halal menjadi sangat penting karena berfungsi sebagai pengawas internal yang melekat pada setiap unit produksi maupun dapur layanan publik. Tanpa kehadiran mereka, sistem pengawasan hanya akan bergantung pada inspeksi berkala dari pihak eksternal. Kondisi ini berisiko melewatkan potensi kontaminasi atau pelanggaran halal yang bisa terjadi setiap saat dalam proses pengolahan. Oleh karena itu, penyelia halal bukan sekadar pelengkap, tetapi aktor kunci yang menjamin mutu dan integritas produk halal secara berkelanjutan.

Dalam beberapa bulan terakhir, sejumlah daerah di Indonesia mencatat kasus keracunan makanan massal di sekolah setelah peserta didik mengonsumsi makanan dari program makan bersama. Data Badan POM (2023–2024) menunjukkan bahwa lebih dari 30 persen kasus keracunan massal di sekolah berkaitan dengan makanan yang diproduksi dalam skala besar tanpa pengawasan ketat.

Di sisi lain, publik sempat dihebohkan oleh dugaan penggunaan food tray atau peralatan makan berbahan dasar babi yang beredar di pasaran. Meski investigasi masih berjalan, kasus ini memperlihatkan pentingnya traceability dan pengawasan halal terhadap bukan hanya makanan, tetapi juga sarana dan prasarana yang bersentuhan langsung dengan makanan.

Kedua kasus ini menjadi peringatan keras: jika dapur MBG tidak memiliki sistem pengawasan halal dan keamanan pangan yang ketat, risiko serupa bisa terjadi. Ini menunjukkan pentingnya penyelia halal di setiap dapur yang juga paham keamanan pangan, serta penguatan sistem pelacakan bahan dan peralatan. Tanpa langkah ini, risiko keracunan massal akan terus mengancam generasi muda Indonesia.

Urgensi penyelia halal

Pertama, mengawasi bahan baku. Penyelia halal memastikan setiap bahan pangan yang masuk sudah bersertifikat halal dan memenuhi standar thayyib. Tanpa pengawasan, kemungkinan masuknya bahan berisiko, termasuk produk non-halal atau yang terkontaminasi, menjadi besar.

Kedua, mencegah kontaminasi silang. Penyelia halal bertanggung jawab memastikan peralatan dapur, wadah makanan, hingga food tray tidak berasal dari bahan haram dan tidak digunakan bergantian dengan produk non-halal.

Ketiga, menerapkan prinsip keamanan pangan. Dengan latar pelatihan yang juga mencakup sanitasi, penyelia halal membantu menurunkan risiko keracunan massal akibat bakteri patogen atau bahan kimia berbahaya.

Keempat, meningkatkan kepercayaan publik. Kasus keracunan dan dugaan food tray berbahan babi telah mengikis rasa aman sebagian masyarakat. Kehadiran penyelia halal diharapkan dapat mengembalikan kepercayaan terhadap MBG sebagai program publik.

Implementasi dan tantangan

Implementasi kebijakan rekrutmen penyelia halal di setiap dapur SPPG masih menghadapi sejumlah tantangan. Pertama, ketersediaan tenaga penyelia halal tersertifikasi masih sangat terbatas dibandingkan kebutuhan nasional.

Kedua, biaya pelatihan dan sertifikasi relatif tinggi, sehingga perlu dukungan subsidi khusus dari pemerintah agar tidak membebani lembaga pendidikan maupun penyedia layanan.

Ketiga, koordinasi antar-lembaga—terutama Badan Gizi Nasional (BGN), Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), Kementerian Kesehatan, dan BPOM—harus diperkuat agar standar halal berjalan seiring dengan standar keamanan pangan. Keempat, modul pelatihan penyelia halal perlu disusun dengan standar kompetensi yang lebih komprehensif, mencakup aspek gizi dan keamanan pangan di dapur layanan publik.

Rekomendasi

Untuk mengatasi tantangan tersebut, sejumlah rekomendasi kebijakan diajukan. Rekrutmen penyelia halal yang kompeten dapat dilakukan secara bertahap, dimulai dari dapur SPPG skala besar dan daerah dengan risiko tinggi. Proses pelatihan juga harus terintegrasi, menggabungkan aspek halal, gizi, dan keamanan pangan. Pemerintah perlu menyiapkan anggaran khusus melalui APBN guna mendukung sertifikasi dan rekrutmen tenaga ini. Selain itu, pemanfaatan monitoring digital menjadi penting agar setiap transaksi bahan, proses memasak, hingga distribusi makanan dapat dilacak secara transparan. Audit terpadu oleh BGN, BPJPH, dan BPOM juga diperlukan untuk mengurangi risiko keracunan maupun pelanggaran halal.

Kebijakan rekrutmen penyelia halal ini diyakini akan membawa dampak sosial dan ekonomi yang luas. Kehadiran penyelia halal diharapkan dapat meminimalisir bahkan mencegah terjadinya keracunan massal yang selama ini merugikan kesehatan peserta didik sekaligus menurunkan kepercayaan publik.

Kebijakan ini juga berperan penting dalam menghindari kontroversi halal, misalnya dugaan penggunaan wadah makanan (food tray) berbahan babi. Lebih jauh, kehadiran penyelia halal akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap program MBG dan membuka peluang kerja baru bagi tenaga tersertifikasi. Dengan demikian, rekrutmen penyelia halal tidak hanya memperkuat mutu layanan gizi nasional, tetapi juga memberi manfaat nyata bagi ketahanan pangan dan keadilan sosial di Indonesia.

Kasus keracunan makanan dan dugaan peralatan makan berbahan babi adalah alarm penting bahwa sistem jaminan halal dan keamanan pangan masih memiliki celah. Dalam konteks ini, kehadiran penyelia halal di setiap dapur SPPG bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan mendesak.

BGN bersama BPJPH, MUI dan BPOM atau Lembaga terkait lain perlu segera menyusun peta jalan rekrutmen penyelia halal agar MBG benar-benar menghadirkan makanan yang aman, bergizi, halal, dan thayyib. Dengan demikian, generasi penerus bangsa dapat tumbuh sehat tanpa dirundung keraguan terhadap makanan yang mereka konsumsi.

*) Misbakhul Munir SSi MKes, dosen dan Auditor Halal LPH UINSA

Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |