Tokyo (ANTARA) - Para penyintas bom atom Hiroshima dan Nagasaki pada Selasa menyerukan kepada Perdana Menteri Jepang yang baru, Sanae Takaichi, agar tidak mundur dari komitmen Jepang terhadap dunia bebas senjata nuklir.
Mereka menyampaikan kekhawatiran atas pernyataan Takaichi di masa lalu yang menyarankan agar prinsip tiga non-nuklir Jepang yang telah lama dianut perlu ditinjau ulang.
“Meski bersejarah karena (Takaichi) menjadi perdana menteri perempuan pertama, saya sangat khawatir dengan arah kebijakannya yang tampaknya lebih mengandalkan kekuatan daripada dialog,” ujar Takeshi Yamakawa, penyintas bom atom Nagasaki berusia 89 tahun yang aktif membagikan kesaksiannya kepada Kyodo.
Sebelumnya pada 2022, saat menjabat sebagai kepala kebijakan Partai Demokrat Liberal yang berkuasa, Takaichi menyatakan bahwa pengecualian terhadap prinsip Jepang yang melarang memiliki, memproduksi, atau menerima senjata nuklir seharusnya diperbolehkan dalam situasi darurat tertentu.
Yamakawa menyampaikan keprihatinan atas gagasan revisi tersebut, dengan mengatakan, “Sebagai bangsa yang telah merasakan horor bom atom, perubahan seperti itu tidak boleh terjadi. (Prinsip tiga non-nuklir) harus dijunjung sebagai kredo nasional.”
Takashi Hiraoka, mantan Wali Kota Hiroshima yang menjabat dari 1991 hingga 1999, mendesak pemerintahan baru untuk “secara sungguh-sungguh menjalankan diplomasi perdamaian.”
Ia juga menyoroti kunjungan Takaichi ke kuil Yasukuni saat menjabat sebagai anggota kabinet, dan memperingatkan bahwa “tindakan seperti itu dapat mengganggu perdamaian di Asia Timur. Ada lebih banyak alasan untuk khawatir daripada berharap.”
Pada Selasa, Kampanye Jepang untuk Penghapusan Senjata Nuklir—gerakan nasional yang mencakup para penyintas bom atom—menggelar konferensi pers daring darurat untuk menyampaikan kekhawatiran atas kemungkinan arah kebijakan nuklir pemerintahan baru.
Terumi Tanaka, ketua bersama Nihon Hidankyo, organisasi utama penyintas bom atom di Jepang yang juga menjadi ketua kampanye tersebut, mencatat bahwa Takaichi telah berulang kali menyampaikan pernyataan bernada keras.
“Kami mengamati dengan seksama bagaimana kabinetnya akan menentukan arah kebijakan. Kami harus meneliti secara rinci setiap aspek kebijakan keamanan dan nuklirnya,” ujar Tanaka yang kini berusia 93 tahun.
Sumber: Kyodo
Baca juga: Dampak bom atom Hiroshima dan Nagasaki: Korban dan kerusakan masif
Penerjemah: Aditya Eko Sigit Wicaksono
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.