Malang (ANTARA) - Tim peneliti Universitas Brawijaya (UB) mengidentifikasi dua genus dan tujuh spesies baru mikroalga dari famili Catenulaceae di wilayah Pulau Bawean dan Teluk Tomini, Sulawesi Tengah (Sulteng).
Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) UB sekaligus Ketua tim peneliti, Oktiyas Muzaky Luthfi, S.T., M.Sc., di Malang, Jawa Timur, Selasa, mengemukakan penelitian tersebut merupakan kerja sama UB dengan Universitas Szczecin, Polandia, serta melibatkan berbagai institusi mitra.
Menggunakan teknik analisis morfologi berbasis mikroskop cahaya dan mikroskop elektron pemindai (SEM), para peneliti menelusuri keragaman diatom dari sedimen dan pecahan karang mati di lingkungan laut tropis dangkal.
"Dua genus baru yang ditemukan adalah Paracatenula dan Wallaceago. Paracatenula porostriata ditemukan di Gili Iyang, Bawean. Ciri khasnya, cangkangnya punya struktur melingkar dengan lubang-lubang kecil dan bentuk katupnya pipih, seperti atas dan bawah yang berbeda," katanya.
Sementara itu, lanjutnya, wallaceago porostriatus ditemukan di Teluk Tomini, yang membuatnya unik adalah bentuk katupnya yang setengah menyerupai belah ketupat, dengan garis-garis halus hanya terlihat di bagian bawahnya.
Baca juga: Spesies ikan baru ditemukan di Laut China Selatan
Nama Wallaceago diberikan sebagai penghormatan untuk Alfred Russel Wallace, tokoh penting dalam sejarah biogeografi di Indonesia.
Selain genus, para peneliti juga menemukan lima spesies baru dari kelompok Catenula, yaitu Catenula boyanensis, Catenula komodensis, Catenula decusa, Catenula densestriata, dan Catenulopsis baweana.
Kelima spesies ini masing-masing punya ciri khas, mulai dari pola garis-garis di permukaan cangkangnya, bentuk katup yang beragam, sampai hiasan-hiasan kecil dari zat keras mirip pasir (yang disebut silika) yang membuat setiap spesies terlihat unik.
Oktiyas mengatakan bahwa penemuan ini memiliki nilai penting, tidak hanya dari segi taksonomi, tetapi juga sebagai dasar bagi pemantauan lingkungan laut, ekologi perairan tropis, dan kajian paleoekologi.
“Ini membuktikan bahwa laut Indonesia menyimpan banyak kehidupan mikroskopik yang belum kita pahami sepenuhnya,” katanya.
Baca juga: BRIN: Riset pendukung diperlukan guna pastikan keberlanjutan ikan gobi
Pada kesempatan itu, Luthfi mengajak mahasiswa untuk tidak takut memulai riset di bidang-bidang yang belum banyak disentuh, seperti mikroalga.
“Sering kali mahasiswa bingung mencari judul skripsi, merasa mentok, padahal sumber ide ada di sekitar kita. Dengan kekayaan biodiversitas seperti ini, seharusnya tidak ada alasan untuk kehabisan ide,” ujarnya.
Oktiyas menambahkan studi ekologi dan taksonomi mikroalga dapat menghasilkan lebih banyak publikasi ilmiah yang bereputasi, serta membuka peluang kontribusi besar dalam dunia akademik dan lingkungan yang dapat memperkuat kontribusi UB dalam bidang kelautan dan ilmu hayati global.
“UB punya potensi besar untuk menjadi pusat penelitian mikroorganisme laut. Kami sebagai dosen juga berkomitmen untuk terus menerbitkan temuan spesies baru. Sebuah langkah yang tidak hanya membanggakan secara ilmiah, tetapi juga membawa nama UB ke kancah internasional,” ujarnya.
Baca juga: 10 spesies baru diidentifikasi dalam ekspedisi laut dalam selatan Jawa
Baca juga: Separuh spesies hiu dan pari Mediterania "berisiko punah"
Pewarta: Endang Sukarelawati
Editor: Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2025